Mengintip Lamaran Putri Bungsu Sultan HB X (1)

By nova.id, Senin, 1 Agustus 2011 | 02:18 WIB
Mengintip Lamaran Putri Bungsu Sultan HB X 1 (nova.id)

Mengintip Lamaran Putri Bungsu Sultan HB X 1 (nova.id)
Mengintip Lamaran Putri Bungsu Sultan HB X 1 (nova.id)

"GKR Hemas, ibunda Reni, berharap Reni dan Ubay bisa selalu rukun. (Foto: Repro & Dok Pri Moonstar Simanjuntak) "

Terkaget-Kaget 

Setelah Reni lulus, Ubay beberapa kali menanyakan kembali soal hubungan mereka, dan baru pada tahun lalu Reni menyatakan siap untuk menikah. Reni melihat Ubay sebagai sosok pria yang dewasa dan bertanggung jawab. "Saat yang paling berkesan buat saya adalah ketika saya mau buka toko pertama kali di Blok M Square. Dia ikut membantu angkut-angkut barang sampai pukul 02.00," kenang Reni sambil tersenyum.

Padahal, menurutnya, Ubay sudah cukup capek sepulang kerja. "Waktu saya mau pameran di Jakarta Convention Center (JCC), dia juga menemani dan membantu saya bongkar barang. Saat itulah saya merasa dia layak dijadikan pendamping hidup," lanjutnya. Jika sedang ada waktu senggang, keduanya memanfaatkan waktu pertemuan untuk berwisata kuliner. Mereka suka makan apa saja, terutama makanan pedas. Misalnya, masakan Manado.

Bila sedang ke Yogya, makan sate klatak jadi menu wajib Ubay. "Karena saya orang rumahan dan Ubay hobi ke bengkel, terkadang saya menemaninya ke bengkel," tutur Reni yang juga menilai Ubay pandai mencairkan suasana. Suasana yang cair itu juga terjadi saat Ubay untuk pertama kalinya mengutarakan niatnya untuk mempersunting Reni kepada Sultan HB X.

"Ngarso Dalem bilang, keluarganya tidak membedakan suku. Keluarganya itu se-nusantara karena ada ada yang di Kalimantan, dan daerah lain. Beliau dan GKR Hemas merestui hubungan kami, dan berharap kami bisa terus rukun," timpal Ubay. Sultan HB X hanya mensyaratkan Ubay harus bisa masuk ke lingkungan keluarganya dan mengikuti pakem adat istiadat keraton. "Saya perlu belajar dari Reni, Mbak Ita, dan keluarga inti Reni untuk itu," ujar Ubay yang sering ditemani Reni saat latihan futsal.

Latar belakang budaya yang berbeda tak menyurutkan langkah keduanya. Padahal, awalnya keduanya terkaget-kaget. "Sebagai orang Sumatera, Ubay kerap bicara keras dan spontan. Saya kira dia marah, tapi dia lalu menjelaskan, nada bicaranya memang seperti itu. Kalau saya diam saja saat dia bercerita, dia kira saya ngambek. Kalau dia jalan terlalu cepat, saya tarik dia ke belakang. Habis, saya, kan, pakai high heel, masak disuruh jalan cepat-cepat. Ha ha ha..." Reni tergelak.

Hasuna Daylailatu / bersambung