Tuntutan setahun pun, kata kuasa hukum Rahmat, Noupal Al Rasyid, tidak ada relevansinya. Maksudnya, "Masalah ini tidak akan ada jika petugas KUA teliti memeriksa persyaratan untuk menikah. Masak orang menikah hanya memberi persyaratan fotokopi KTP dan Kartu Keluarga (KK)? Kenapa enggak diminta yang asli, sekaligus surat keterangan menumpang nikah, surat persetujuan orangtua, dan lain-lain? Syaratnya untuk menikah, kan, enggak terpenuhi. Kalau menikah cukup pakai fotokopi KTP dan KK saja, sudah nikah berapa kali saya," ucapnya berseloroh.
Soal menyuruh membuat keterangan palsu seperti yang didakwakan kepada kliennya, kata Noupal, juga dinilainya tidak benar. "Klien saya enggak pernah menyuruh orang lain untuk membuat surat keterangan palsu." Memang, lanjutnya, Rahmat memalsukan KTP dan KK, tapi jika menyangkut buku nikah, "Itu bukan tanggung jawab klien saya. Mudah-mudahan pembelaan kami minggu depan diterima dan klien saya bebas," jelas Naupal sambil berharap segera ada surat pembatalan pernikahan, "Karena sampai sekarang, belum ada pembatalan pernikahan mereka."
Tidak Ada Bekas Anak
Di sudut ruang sidang, seorang pria berjaket krem muda mengikuti sidang dengan saksama. Seusai sidang, pria berkumis tipis ini mengikuti langkah Rahmat kembali ke penjara dan sempat berbicara. Ia adalah Parijo, ayah kandung Rahmat yang tidak pernah absen sekali pun mengikuti jalannya persidangan.
"Mulanya saya sedih sekali. Terpukul. Tapi demi anak dan keluarga, saya harus kuat. Kalau dibilang sedih, ya, sedih. Hal seperti ini bukanlah hal yang dikehendaki oleh siapa pun. Apa yang dia lakukan, kan, benar-benar tidak pernah dibayangkan siapa pun." Ia pun memilih tegar dan berpikiran jernih. "Saya percaya, seberat apa pun masalah, bila tidak diselesaikan dengan pikiran yang jernih, pasti tidak akan selesai dengan baik. Lagipula, kalau saya tidak tegar dan kuat, bagaimana istri dan adik-adik Rahmat bisa menghadapi?" tutur ayah tiga anak ini.
Apa pun yang dilakukan Rahmat, "Sudah saya maafkan. Memang, apa yang dilakukannya sudah mencoreng nama baik keluarga besar. Tapi apa boleh buat. Saya juga selalu pesan ke Rahmat agar kuat menghadapi jalan hidup ini dan ke depannya bisa jadi pria sejati dan berkeluarga dengan normal."
Seburuk apa pun kelakuan sang anak, "Saya menerima dia apa adanya karena saya sadar, tidak ada yang namanya bekas anak. Sejelek apa pun dia, dia tetap anak saya dan harus terus diberi dukungan dan dibimbing."
Keluarga besar pun, tambahnya, sudah bisa menerima semua dengan lapang dada. Begitu juga lingkungan sekitar tempat tinggalnya. "Ya, mereka juga enggak pernah menyangka ini akan terjadi. Rahmat selama ini juga dikenal sebagai warga yang baik, enggak pernah macam-macam," ungkap karyawan swasta itu.
Satu hal lain yang disyukurinya, "Keluarga Umar sudah memaafkan anak saya sehingga tuntutan dia diperingan. Saya sudah bertemu keluarga Umar beberapa hari setelah kejadian ini terungkap. Mereka sangat baik. Saya sangat berterima kasih."
Edwin, Nove