"Saya kaget. Yang pasti, setelah ini, saya akan menyiapkan pembelaan. Saya juga senang mengetahui keluarga Umar sudah memaafkan saya sehingga meringankan tuntutan," kata Rahmat seusai mendengar tuntutan jaksa. Seusai sidang hari itu, Hakim Ketua PN Bekasi, Erna Matauseja sempat minta Rahmat mendekat. Apa gerangan yang ia bicarakan dengan Erna? "Ibu hakim minta saya berubah jadi pria yang sesungguhnya. Yang sudah terjadi, ya, sudahlah," kata Rahmat yang sempat jatuh sakit di penjara gara-gara banyak pikiran.
Awalnya, Rahmat yang dinyatakan terbukti bersalah membuat keterangan palsu, pemalsuan KTP, dan surat nikah, diancam hukuman 7 tahun. Beruntung keluarga Umar, pria yang dinikahinya, memaafkan dan menganggapnya sebagai anak. Alhasil, tuntutan hukumannya jadi jauh lebih ringan.
Sakit Hati
Seperti diketahui, Rahmat alias Icha dibekuk polisi April silam setelah dilaporkan suaminya, Muhammad Umar. Umar merasa tertipu setelah tahu, Icha sesungguhnya seorang pria. Icha memalsu KTP dan Kartu Keluarga agar disangka perempuan dan dinikahi Umar. Pasangan yang sebetulnya sejenis ini berkenalan lewat situs jejaring sosial Facebook. Dari obrolan biasa, akhirnya berlanjut ke hubungan yang lebih mesra, saling bertemu, lalu jatuh cinta. Umar mengaku terpesona oleh kecantikan Icha yang senantiasa mengenakan jilbab. Akhirnya, November 2010, mereka menikah dan bertahan selama setengah tahun sebelum semuanya terbongkar.
Umar benar-benar merasa tertipu, sementara Icha bersikukuh, "Saya cinta Umar, makanya ingin berumah tangga dengan dia. Pernikahan, mengurus rumah dan Umar adalah yang saya inginkan," katanya. Umar, tambah Rahmat, sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. "Dia sangat baik terhadap saya. Itulah motivasi kedua kenapa saya ingin menikah dengannya. Enggak ada maksud lain."
Berkisahlah Rahmat, di kesempatan berbeda, tentang asal-muasal kelainan orientasi seksual yang dimilikinya. Katanya, ia tak bisa lagi jatuh cinta pada perempuan karena pernah disakiti. "Saya diputusin tanpa sebab oleh pacar saya waktu SMA. Saya jadi sakit hati dan benci pada perempuan."
Edwin, Nove / bersambung