Siami Jujur Malah Terbentur-bentur (2)

By nova.id, Senin, 20 Juni 2011 | 23:45 WIB
Siami Jujur Malah Terbentur bentur 2 (nova.id)

Siami Jujur Malah Terbentur bentur 2 (nova.id)

"Warga yang marah mengusir Siami dan keluarganya dari rumah mereka di Desa Sedapur Klagen, Gresik (Foto: Gandhi Wasono M) "

Pertama Dan Terakhir

Sungguh aku tak menyangka warga bisa semarah itu padaku. Bahkan tega mengusirku dari rumah yang kubeli dengan susah payah. Maklum, keluarga kami hidup bersahaja. Sehari-hari aku memiliki usaha jahit gordyn, sementara suamiku pekerja kasar di komplek industri Margomulyo Tandes. Meski hidup kami pas-pasan, aku bercita-cita membesarkan anak-anakku dengan memberi pendidikan setinggi-tingginya. Aku dan suami juga senantiasa mendidik mereka dengan nilai-nilai kehidupan yang luhur.

Sehari-hari aku dan Mas Widodo berbagi tugas. Untuk soal pelajaran sekolah, Mas Widodo yang mengajari, sedang aku mengawasi perkembangannya mental anak-anak. Berkat ketekunan Mas Widodo mengajari Alifa', sejak kelas satu sampai kelas 6 anak kami itu selalu dapat nilai terbaik di kelasnya.

Tiga bulan sebelum UNAS tiba, Mas Widodo tak hanya mengajari pelajaran sekolah saja, tapi juga mengajak Alifa' puasa Senin-Kamis serta salat tahajud. Semua itu semata-mata agar Alifa' berhasil mengerjakan UNAS dengan ridha Allah. Makanya, batinku benar-benar terguncang mendapati semua ini. Aku di rumah berusaha mengajari kebajikan, tapi justru di sekolah anakku diajari melakukan kecurangan.

Aku sangat berharap yang terjadi pada diriku adalah yang pertama dan terakhir. Aku ikhlas menerima cobaan ini, semata-mata demi kebaikan.

Anak "Dipaksa" Nyontek Massal

Sebelum kasus Siami jadi heboh, sebenarnya hal yang nyaris sama sudah terjadi di Jakarta dan dilaporkan Irma Winda Lubis ke Komnas Perlindungan Anak. Persisnya, 13 Mei lalu. Irma mengadu, anaknya yang bernama Muhammad Abrari Pulungan (12), ikut ujian di SD 06 Petang Pesanggrahan dan mendapati anaknya sesak napas. Irma sempat bertanya apa yang terjadi, tapi Abrar tak mau berterus terang. "Ternyata dia tak bisa cerita karena merasa sudah ada kesepakatan tertulis untuk tidak menceritakan apa yang terjadi," kisah Irma didampingi ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, Jumat (17/6).

Melihat aksi diam sang anak, Irma makin penasaran. Ia meyakinkan Abrar untuk tidak takut bicara. Barulah Abrar berkisah, telah terjadi kecurangan saat berlangsung ujian di sekolahnya. Para siswa disuruh gurunya melakukan contek. Bahkan ada ancaman, "Kalau ada siswa yang membocorkan soal itu, ia diancam tidak akan lulus. Doktrin ini benar-benar ada. Ini membuat Abrar ketakutan. Dadanya sakit karena tidak kuat menyimpan kebohongan. Makanya saya bilang, enggak masalah tidak lulus ujian karena buat saya, yang penting adalah nilai akhlak," kata Irma dengan nada tegas.

Sempat Irma menanyakan kejadian ini kepada teman-teman Abrar namun mereka tidak berani bicara. Sampai akhirnya, "Saya adukan masalah ini ke Komnas Perlindungan Anak. Di situ Abrar baru berani bercerita," kata Irma. Bersama Komnas PA, Irma menemani Abrar lapor ke Pemprov DKI. Semula hanya Abrar yang berani bercerita. Seiring waktu, "Saya merasa surprise ketika teman-temannya bilang bersedia juga untuk menceritakan kecurangan itu," lanjut warga Bintaro ini.

Alhasil, Jumat (17/6) silam Irma bersama Arist Merdeka Sirait, mengantar Abrar dan lima temannya ke Departemen Pendidikan Nasional. Mereka diterima wakil Mendiknas, Fasli Jalal. Usai pertemuan itu, semakin jelas desain contek massal yang dilakukan oleh guru sekolah. "Pada hari pertama ujian, guru membagikan lembar contekan. Lembaran itu estafet dari satu murid ke murid lain. Sampai ke tangan Abrar, ia sudah lebih dulu menyelesaikan jawabannya," tutur Arist.

Pada hari kedua, masing-masing wakil anak di empat kelas mendapat SMS dan diminta turun (tempat ujian di lantai atas.) Mereka mendapat contekan jawaban untuk disebarkan ke teman-temannya. "Ujian sekolah, kan, mestinya tenang, tapi, suasana di sana begitu ribut. Ada pengawas, tapi dia pura-pura tidak tahu. Aneh juga, saat ujian tapi anak-anak malah diizinkan membawa HP," papar Arist.

Setelah menerima pengaduan, Komnas PA sebenarnya sudah menghubungi pihak sekolah untuk mendapat penjelasan. "Saat itu kami sebenarnya mengundang guru, kepala sekolah, dan kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Selatan tapi mereka sepakat tidak hadir," kata Arist seraya mengatakan, pihaknya memang membuka posko pengaduan dampak ujian nasional.

Gara-gara kasus ini, Irma mengaku letih. Ia mengaku ingin kembali dengan perannya sebagai ibu rumah tangga. Ia pun menyerahkan semuanya kepada Depdiknas. "Saya bersyukur kondisi Abrar baik-baik saja. Apalagi sekarang banyak teman yang mendukung. Anak-anak memang berhak menyampaikan kejujuran," tandas Irma.

Gandi, Henry