Kisah Sukses Sang Buruh Migran

By nova.id, Selasa, 10 Mei 2011 | 13:55 WIB
Kisah Sukses Sang Buruh Migran (nova.id)

Kisah Sukses Sang Buruh Migran (nova.id)

"Lina Marlina (Foto: Ajeng) "

Lina Marlina (30)  menawarkan berbagai produk kecantikan merek Martha Tilaar di sebuah bazaar kecil-kecilan yang diadakan di Hotel Grand Hyatt, Singapura. Lina bukanlah Sales Promotion Girl di negeri Singa itu. Sudah 10 tahun ini, ia  bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga di sana. Jika siang itu Lina luwes menerangkan spesifikasi produk-produk kecantikan, ini adalah bagian dari kelas Entrepreneurship yang diikutinya.

"Kami diajarkan untuk menjadi wirausaha. Jadi tak selamanya kami jadi TKW di negeri orang," tukas Lina yang berasal dari Ciamis, Jawa Barat.

Banyak pelajaran yang dipetik oleh Lina dari kelas yang diadakan seminggu sekali, mulai jam 11 hingga sore ini. "Kami diajari untuk memiliki target dan rencana bisnis. Juga diberi tahu pentingnya menabung untuk diri sendiri, untuk masa depan. Intinya untuk merubah jalan hidup," ujar sulung dari tiga bersaudara ini.

Bersama 50-an TKW lainnya, saban hari Minggu Lina dengan tekun menyimak pelajaran Entrepreneurship yang diadakan oleh yayasan non-profit Media Transformation Ministry Ltd. (MTM) bekerjasama dengan Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC) dan Martha Tilaar itu.

Hasilnya, "Sekarang saya sudah punya usaha yang dijalankan oleh adik di Rawaapu, Cilacap." Lina mengkredit mobil bak untuk memasok kayu bakar kepada perajin gula dan batu bata di daerah perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah tersebut. Ke depannya, Lina mengaku ingin mengembangkan usaha depot air minum dan restoran sendiri.

"Tapi itu rencana tiga tahun lagi. Sekarang saya masih mengumpulkan modal. Sekalian menyelesaikan kelas entrepreneurship dan mengambil program diploma," ujarnya tegas.Sekolah Gratis Sudah lima tahun ini MTM mengadakan kelas kesetaraan bagi para TKW Indonesia. Sama seperti program Kejar Paket A, B dan C di Indonesia, MTM memiliki kelas Kesetaraan A, B, C dan Diploma (D1) di bidang Bussines Management bagi mereka yang ingin melanjutkan sekolah. Tes kelulusan program ini kemudian disahkan oleh dinas pendidikan kota Batam.

"Ide awalnya adalah ingin mengangkat harkat hidup para pekerja migran, sehingga suatu hari nanti mereka bisa jadi wirausaha, tidak jadi TKW terus," ujar Djohan Handojo, direktur MTM.

MTM menghimpun tenaga pengajar dari para profesional asal Indonesia yang bekerja di Singapura. Para pengajar ini harus memiliki komitmen yang tinggi. Bayangkan saja, meski sehari-hari bekerja di perusahaan multi-nasional, mereka tetap harus meluangkan hari Minggu untuk memberi pelajaran pada para TKW. "Ini komitmen untuk membantu sesama," kata Djohan lagi.

Awal Januari lalu, karena memiliki kesamaan visi, MTM menggandeng Ciputra untuk mengisi kelas Entrepreneurship. Di bulan April, Martha Tilaar ikut bergabung dalam program pemberdayaan ini.

"Saat ini, kan, isu perlindungan pada TKW sangat santer. Padahal ada yang juga penting, yaitu memberi mereka pelatihan sebelum, selama dan sesudah mereka bekerja di luar negeri. Masa depan mereka juga harus dipikirkan," tutur Antonius Tanan, Pimpinan UCEC.

Martha Tilaar sendiri mengaku sangat antusias saat diajak bergabung dengan program ini. Bagi Martha, prorgam pemberdayaan perempuan seperti ini sangat penting untuk negara. "Pendidikan itu sangat penting. Tanpa skill, kita tidak akan diterima di manapun," ujar Martha.

Saat ini, MTM dan UCEC tengah menggodok kemungkinan untuk melakukan program serupa untuk TKW yang berada di Hong Kong, Taiwan dan Malaysia.

"Kendalanya adalah tempat dan tenaga pengajar di negara-negara tersebut. Tapi kami optimis, semoga tahun depan bisa terlaksana," tukas Djohan.Ajeng