Ketulusan membantu sesama kerap menuai komentar miring. Hal itu sempat dialami Putut Handoko (28). Awalnya, Putut mendengar Presiden Direktur PT. Propan Jaya tempatnya bekerja, Hendra Adidarma (72), butuh donor hati karena kanker.
Hendra sebelumnya sudah ditawari donor oleh dua anaknya. Sayang, keduanya tak memenuhi syarat. Ia lalu mencari pedonor yang bersedia menyumbangkan sebagian hatinya dengan sukarela. Meski jarang bertemu dengan sang pimpinan, hati Putut terenyuh. Ia pun mendaftar sebagai pedonor. Putut lantas menjalani serangkaian tes kesehatan di Siloam Hospital. Dari belasan karyawan yang mencalonkan diri, hanya ia yang lolos.
Setelah dinyatakan positif sebagai pedonor, Putut meminta izin pada kedua orang tuanya yang tinggal di Salatiga, Jawa Tengah. "Orang tua bertanya kenapa saya mau? Banyak hal yang membuat mereka heran dengan keputusan saya. Tapi, saya terus meyakinkan mereka karena niat ingin menolong."
Sempat Ditolak
Setelah mendapat ijin dari orang tuanya, Putut dan Hendra bertolak ke sebuah rumah sakit di Singapura pada Mei 2010. Sayang, karena usia Hendra sudah lebih dari 65 tahun, pihak rumah sakit menolak karena resiko kematian tinggi. Akhirnya, operasi dilakukan di Hong Kong pada 19 Juli 2010.
Ditemani oleh keluarga masing-masing, operasi berlangsung selama hampir 10 jam. Ketika tersadar, Putut merasa badannya lemas dan ngilu pada bekas jahitan. Dua minggu di Hongkong, ia pulang ke Indonesia dan istirahat sebulan. Ia kembali bekerja pada awal Oktober 2010.
"Pasca operasi saya sempat merasa gampang lelah, tapi hanya sebulan." Putut yang biasanya aktif olahraga, juga harus mengurangi aktifitas fisik berat. Karena itu, ia pun pindah bagian dengan bekerja sebagai staf administrasi dalam ruangan. Namun, sebagai pendonor, ia tak perlu minum obat apa pun. Livernya akan pulih 80 persen dalam dua bulan pasca pencangkokan dan kembali normal setelah 2 tahun.
Kembali bekerja, rekan kerjanya heboh menanyakan pengalamannya selama di Hong Kong. Padahal menurutnya, ia tak menerima kompensasi apa pun. "Dari awal memang tak dijanjikan apa-apa, saya juga tidak mengharapkan apa pun. Sukarela saja, tapi dengan jaminan kesehatan ditanggung, bagi saya itu sudah lebih dari cukup."
Ade Ryani