Belakangan, makhluk-makhluk merayap ini menyebar lintas daerah, bahkan pulau. Pohon-pohon di Bojonegoro, Bandarlampung, Payakumbuh, hingga beberapa wilayah di Jakarta, mulai dipenuhi ulat bulu. Meski populasi ulat bulu dan kupu-kupu meledak hampir bersamaan, para ahli menyatakan pertumbuhan populasi ulat di satu daerah ternyata tak berhubungan dengan daerah lain.
Jenis ulat bulu di Jakarta dan Probolinggo, kata Suputa (40), dosen Jurusan HPT Fakultas Pertanian UGM, berbeda. "Sebenarnya sebarannya sudah ada dari dulu tapi karena tidak ada yang melapor atau cerita, ya, biasa-biasa saja jadinya. Sebenarnya tidak ada masalah. Bahkan jenis ulat bulu Limantria sudah ada sejak tahun 1891."
Masih di Ambang Wajar
Setiap daerah, lanjut Suputa, memiliki spesies ulat bulu sendiri. "Tapi pada titik tertentu, populasinya tinggi. Jenis yang di Probolinggo, yaitu Arctornis, lebih banyak jumlahnya. Bahkan sudah masuk sampai ke rumah. Tapi itu masih di batas ambang kewajaran. Di tahun 2008-2009, saya juga menemui ledakan populasi yang sama, tapi memang tidak masuk ke rumah," kata Suputa yang saat ini sedang berada di Probolinggo untuk melakukan evaluasi lanjutan.
"Ada metode populasi imago untuk ulat bulu dewasa. Sekaligus melakukan sosialisasi ke anak-anak SMP untuk mendayagunakan musuh alami ulat bulu agar mereka tidak ketakutan secara berlebihan."
Kalaupun saat ini ulat bulu sudah masuk ke dalam rumah, lanjutnya, "Tinggal diobori (dibakar) saja ulatnya atau dihalau. Jika punya burung peliharaan seperti kutilang, biarkan saja dia makan ulat itu. Semut rangrang juga makanannya ulat. Bisa juga memakai masker kalau bulu ulat rontok dan berterbangan. Tapi tidak semua ulat bulunya rontok, ya."
Apakah ada kemungkinan ulat itu masuk dari pulau lain? "Sangat kecil kemungkinannya. Yang terjadi, karena dibawa manusia lewat tanaman. Tapi sekarang, kan, sudah ada karantina tumbuhan. Begitu juga antar kota, jangan bawa bibit sembarangan, harus dikarantina dulu."
Penyebab banyaknya ulat pun belum terjawab dengan pasti. "Banyak prediksi yang terjadi, seperti anomali iklim, suhu bumi yang meningkat hingga menyebabkan ulat lebih cepat hidup, atau burung predator ulat banyak yang mati. Siklus kehidupan ulat bulu sebenarnya sangat tergantung spesiesnya," papar Suputa.
Nove / bersambung