Seusai gempa dan tsunami, ledakan demi ledakan terjadi di reaktor nuklir Fukushima. Pada saat proses penurunan tekanan, yang keluar tak hanya uap air, gas hidrogen, tapi juga radioaktif. Masyarakat setempat dievakuasi sampai radius 20 Km. Sementara warga yang tinggal hingga radius 32 Km, tidak diperbolehkan keluar rumah dan wajib menggunakan masker.
Memang, saat ini tingkat radiasi belum bisa dikatakan berbahaya bagi manusia. Tapi status ini bisa saja berubah dalam waktu singkat. Jika kebocoran dan ledakan radiasi terus berlanjut, bukan tak mungkin kasus Chernobyl, Ukraina (1986) terulang kembali.
Pada waktu itu zat Cesium yang terlepas dari reaktor diserap oleh seluruh permukaan kulit dan masuk hingga ke organ tubuh manusia. Hal yang sama terjadi pada hewan dan tumbuhan. Akibatnya, sayur dan susu sapi tercemar, ribuan anak terjangkit kanker tiroid.
Sejauh ini, ancaman serupa mengintai Jepang. Namun, itu hanya berlaku untuk konsumsi nasional. Ancaman internasional belum terdeteksi. Diharapkan, zat radioaktif yang terpancar masuk ke lautan luas dan dinetralisir oleh air laut, sehingga zat tersebut lenyap di laut.
Di Indonesia, pakar nuklir Dr. Geni Rina Sunaryo, MSc dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) terus menjalin kontak dengan PLTN Fukushima pasca bencana. "Tingkat paparan radiasi masih dalam skala yang boleh kita terima dalam setahun."
Namun, masyarakat dunia diimbau untuk terus waspada. Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengeluarkan panduan untuk mengurangi bahaya radiasi pada kesehatan, terutama pada anak-anak dan remaja (lihat boks Panduan Penting!).
Henry