Aku tak ingin menyerahkan Rifa begitu saja, karena itu aku berontak, lalu terjadi perebutan anak. Namun, karena tenagaku sudah tak kuat lagi, akhirnya mantan suami "memenangkan" perebutan Rifa. Ia membawa dan menyerahkan Rifa ke sopir yang mengantarnya. Aku sempat berusaha mengejar tapi tak berhasil.
Aku sempat melihat, buah hatiku dimasukkan ke dalam mobil secara kasar dan dibawa pergi. Tetangga yang datang dan melihat peristiwa itu menyarankanku agar secepatnya melapor ke polisi. Ditemani tetangga, aku melaporkan semua kejadian itu ke Polsek Antapani. Setelah dibuat berita acaranya (BAP), aku disarankan segera ke rumah sakit untuk divisum. Setelah tekanan darahku diukur, dokter di RS Santo Yusuf memintaku beristirahat di rumah sakit 1-2 hari karena tekanan darahku mencapai 200/110.
Sebelum kejadian itu, soal hak asuh atas Rifa selama ini tak pernah ada masalah. Sikapku memang mulai berubah setelah mengetahui rencana ayahnya Rifa yang akan menikah lagi dengan perempuan, sebut saja bernama Khad, yang sudah memiliki empat orang anak dari dua perkawinan sebelumnya.
Sabtu silam itu, saat Rifa kujemput, ia menangis dan bercerita, ia pernah dipukul dan dijambak oleh salah satu anak laki-laki dari perempuan bernama Khad itu. Bahkan, karena ingin membela anaknya, Khad juga sempat membentak Rifa.
Sebagai ibu kandung Rifa, tentu aku merasa khawatir. Bagaimana jadinya andai kelak mantan suami menikah lagi dan Rifa tinggal satu atap dengan mereka? Akibat kekhawatiranku itulah mantan suami malah menuduh aku cemburu buta. Kini, aku siap menghadapi proses pengadilan.
Sita Dewi / bersambung