Jangan ditanya bagaimana perasaanku mendengar seluruh cerita Yanti. Rasa sakitnya sampai menusuk ke ulu hati. Tak hanya aku, seluruh warga kampung pun bertangisan, ikut memikirkan nasib anakku. Maklum, Sumi sangat dekat dengan para tetangga. Ia anak yang pandai bergaul serta periang.
Tanpa buang waktu, kami melaporkan kejadian ini ke kepala desa, polisi, juga ke Departemen Tenaga Kerja. Melalui pemberitaan, akhirnya Presiden SBY pun tahu soal anakku. Aku berterimakasih pada presiden, juga Yanti yang kuanggap sebagai malaikat penolong anakku. Tak bisa kubayangkan bagaimana jadinya jika Yanti tak membantu anakku.
Kini aku sudah mulai sedikit lega karena kondisi Sumi semakin hari semakin membaik. Bahkan, Pemerintah pun khusus mengirimkan dokter Indonesia ke RS di Madinah untuk membantu merawat anakku. Sang dokter selalu menghubungi kami untuk menyampaikan perkembangan anakku dari waktu ke waktu. Termasuk saat menyiapkan semangkuk bakso dan mangga permintaan Sumi. Kini, hampir setiap hari Sumiati bisa menghubungi kami, tanpa kendala. Nada bicaranya pun sudah tak terbata-bata lagi.
Kami sekeluarga sebenarnya sudah tak kuat menahan rindu untuk segera bertemu Sumi. Jika nanti bertemu, aku ingin memeluknya erat. Tapi, aku berharap anakku sembuh total sebelum pulang ke kampung halamannya. Jujur, aku tak bisa membayangkan seperti apa wajah anakku sekarang. Bila kulihat wajahnya di teve atau koran, ingin rasanya aku menyangkalnya karena itu bukan wajah anakku.
Aku berharap, si majikan keji itu diberi hukuman seberat-beratnya. Perbuatan yang dilakukannya pada anakku tak hanya melukai raganya, tapi terlebih lagi hatinya. Aku, sebagai ibunya, selalu memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan tak pernah bersikap kasar. Aku tak habis pikir, kok, ada orang yang tega menyakiti anakku sebegitu rupa?
Aku pun berjanji, kelak bila Sumii sudah kembali ke rumah, akan kurawat ia dengan baik. Jika ia ingin bekerja lagi, biarlah di sekitar Dompu saja. Namun, aku pun berharap, Sumii masih bisa mewujdukan cita-cita besarnya untuk menjadi seorang bidan. Entah bagaimana caranya.
Gandhi Wasono M.