Yang tak kalah gembira adalah Farahdibha Tenrilemba, KL (31). Sekjen AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) ini menekankan, pihaknya bukan hendak menyalahkan produsen sufor. "Kami hanya berusaha menyeimbangkan informasi agar para ibu bisa mencari yang terbaik bagi buah hatinya. Di milis AIMI pun banyak sekali para ibu curhat soal bayinya yang baru lahir langsung diberi sufor tanpa ada pemberitahuan."
Jika telanjur begitu, "Sebetulnya si ibu bisa bilang, 'Saya ibu menyusui, bayi saya harus dapat ASI eksklusif. Di luar ASI, jangan diberi apa pun.'" Itu sebabnya Dibha menegaskan pentingnya pihak RS harus tanda tangan bila mereka melanggar hal itu, "Bukan si ibu yang tanda tangan menyatakan setuju bayinya diberi sufor. Jika, terjadi sebaliknya, si ibu bisa menuntut. Ada, kok, aturannya. Pihak mana pun yang berusaha menghalangi pemberian ASI, bakal kena denda Rp 100 juta dan 1 tahun penjara, baik perorangan maupun institusi."
Demi bayi mendapat haknya akan ASI, AIMI juga sudah mengantungi SK bersama tiga menteri. Isinya? "Tiap perusahaan diimbau menyediakan pojok laktasi (nursing room) agar ibu bisa memerah susu dengan nyaman dan disediakan waktu memerah lebih dari satu kali. Tapi belum ada sanksinya, sih, jika perusahaan tidak menyediakan hal itu."
Bahwa bayi "dijejali" sufor tanpa izin ibunya, pernah dialami Erfi Nizar (33). "Saat melahirkan anak pertama, saya masih lugu, menurut saja saat perawat menyarankan istirahat dan berjanji akan merawat bayi saya. Anehnya, saya hanya dipanggil tiga kali dalam waktu 24 jam. Katanya, saya akan dipanggil kalau bayi saya haus." Bahkan, anak keduanya pernah diberi air gula. "Saya jelas kaget dan minta bayinya sekamar dengan saya. Jadi, mau menyusui kapan saja, bisa dilakukan tanpa menunggu dipanggil. Untungnya saya sudah bergabung dengan milis AIMI, jadi sudah tahu langkah apa yang harus diambil," kata Erfi seraya menyarankan para ibu melapor ke AIMI jika mendapati hal tak mengenakkan atas bayinya di RS.
Kisah sedih tak bisa menyusui pun dirasakan Nina Firstsavina (33). Ibu tiga anak ini sejak melahirkan anak pertama hingga ketiga memang kesulitan memberi ASI. "Padahal sudah melakukan berbagai cara, ASI yang kerluar cuma 30 ml." Akhirnya, ia terpaksa memberi sufor untuk bayinya sejak dari RS. Nina dan suami pun sedih jika ketiga anaknya kerap disebut 'anak sapi' karena minum sufor.
Berbeda dengan kisah karyawati salah satu bank asing, Dewi Citrowati (29). Ia justru amat didukung pihak RS untuk memberi ASI, kendati bayi perempuannya harus berada di ruang NICU tak lama setelah dilahirkan. "Pihak RS sangat mendukung dan memberi saya pompa ASI agar tetap bisa memberi ASI."
Swita, Nove / bersambung