Berbagai kalangan masyarakat mengecam tindakan para penegak hukum yang menyeret AS (15) ke ranah hukum. Tindakan itu dinilai berlebihan, kendati saat palu diketok hakim tunggal PN Tuban Asep, SH, Selasa (26/20), AS tinggal menjalani sisa hukuman tiga hari di balik terali besi. AS, dinilai terbukti bersalah telah menganiaya tetangganya sendiri, Elisiana (35) di Desa Tasikmadu. Ana, sapaan Elisiana adalah ibu Rada, teman sebaya AS yang hobi mengolok-olok AS sebagai anak miskin.
Diejek Buta Huruf Menurut AS, perseteruan itu berawal, ketika dirinya dirinya diejek tetangganya bernama Rada. Teman Seumurannya itu mengejek dirinya sebagai orang miskin. "Emak saya diejek tidak bisa baca tulis, dan saya diejek tidak bisa makan karena sangat miskin," kata AS yang mengaku begitu sakit hatinya diejek seperti itu berulangkali. Lalu, ia ganti mengejek Rada dengan sebutan, anak haram, kedua orangtua Rada, kata AS tidak menikah secara sah.
Rupanya ejekan AS itu membuat Rada sakit hati. Ia kemudian bergegas kembali ke rumah dan menceritakan semuannya kepada sang ibu, Elisiana. Karuan saja Ana geram. Seketika Ana mendatangi rumah AS. Namun baru sampai di halamana belakang rumah, Elisiana bertemu dengan ibu AS, Anim yang tengah mengendong anak balitanya.
Di halaman belakang inilah, Ana langsung mendamprat Anim kemudian menjambak rambutnya hingga Anim lupa tengah mennggendong anak balitanya. Dua ibu itu bergulung-gulung di tanah sembari jambak-jambakan. Tubuh Anim ditindih tubuh Ana. Tetangga yang berusaha menolongnya tak berhasil melerai. Mereka hanya berhasil menolong balita Anim yang lepas dari gendongan. Ana, bahkan terlihat semakin kalap menjambak rambut Anim.
Nah, dalam posisi Anim terjepit, AS muncul dari dalam rumah. Melihat ibunya terdesak dalam perkelahian, kontan AS mendatangi Ana lalu memukulinya. AS juga dilemparkan batu ke arah Ana. Perkelahian menjadi tak seimbang. "Tidak kerasa kok saya mukulnya, yang penting saat itu ibu saya segera lepas. Setelah itu Bu Ana lapor polisi," cerita AS.
Sementara Anim mengaku, tidak paham kenapa tiba-tiba Ana menyerang fisik dirinya. "Saya binggung, kenapa tiba-tiba dia mendamprat saya. Saya pun menyambutnya setelah dia menjambak rambut saya," kata Anim yang turut mendampingi anaknya berbincang dengan Nova menjelang anaknya disidang.
Ditangkap Polisi
Kejadian itu kemudian berbuntut panjang. Keesokan harinya, lima polisi dari Polres Tuban yang dilapori Ana selanjutnya membawa AS dan Anim ke Mapolres. "Setelah dilakukan pemeriksaan, Adin ditetapkan sebagai tersangka selanjutnya langsung ditahan sedang Anim diminta untuk pulang," kata kuasa hukum Adin, Sulamul Hadi.
Sebagai orang kecil, Anim dan AS merasa ketakutan dituduh sebagai penganiaya Ana. "Saya gemetar ketika diberitahu anak saya akan ditahan. Adin, juga nangis tiada henti waktu mau dimasukkan ke sel.Bapaknya juga panik," cerita Anim.
Ayah AS, Sukijan kemudian mengutus salah seorang kerabatnya untuk menemui Ana guna meminta maaf atas kekhilafan anaknya. Sukijan juga meminta Ana mau mencabut laporannya agak AS tidak ditahan. "Tapi, Ana tidak mau memberi maaf, dan sengaja membawa perkara ini ke pengadilan," tegas Anim.
Beberapa hari beriktunya, AS dititipkan ke LP Tuban, demgan alasan polisi tidak memiliki kamar tahanan untuk anak. Sejak mendekam di tahanan itulah, AS stress berat. Setiap kali dijenguk keluaraganya tak henti-hentinya menangis merengek minta pulang. "Emak aku pulang, aku disini takut," ucap Anim menirukan rengekan AS.
Gandhi Wasono M / bersambung