Sekitar 500 meter menjelang Stasiun Wilangan, Nganjuk, tiba-tiba Puji merasa posisi kereta miring ke kanan lalu menikung. "Kayaknya ada yang enggak beres." Benar saja. Tiba-tiba badan kereta yang tengah berjalan tidak terlalau kencang itu menimbulkan suara grek...grek...grek. Dalam hitungan detik, gerbong miring ke kiri dan secepat kilat terpelanting ke kiri, lepas dari rangkaian. "Lalu gerbong terguling-guling ke dalam jurang sedalam lebih dari 15 meter. Suara takbir dari para penumpang langsung menggema. Badan saya rasanya seperti dikocok-kocok dalam kaleng. Dari rak atas, barang-barang berjatuhan menimpa badan saya. Saya refleks melindungi perut karena sedang hamil. Seingat saya, kami terguling-guling sampai lima kali."
Puji amat bersyukur karena kandungannya tetap sehat meski wajah dan kakinya lebam. Meski seluruh keluarganya selamat, ibunya, Sukarmi (57), mengalami patah tulang pada tangan kirinya. Sementara sang ayah, Ngadiyono (67)m harus dioperasi bagian batang hidungya yang patah. "Bagi kami kejadian ini benar-benar mukjizat, sebab gerbong saya, kan, paling belakang jadi paling banyak terguling-gulingya," kata Puji dengan nada lega.
Gandhi Wasono/ bersambung