Cara Komunitas "Peta Hijau" Lestarikan Lingkungan (1)

By nova.id, Minggu, 4 Juli 2010 | 17:09 WIB
Cara Komunitas Peta Hijau Lestarikan Lingkungan 1 (nova.id)

Cara Komunitas Peta Hijau Lestarikan Lingkungan 1 (nova.id)

""Warga yang semula bertanya - tanya, sekarang justru bersemangat membuat GM," ujar Joyo (Foto: Henry) "

Bermula dari New York, green map (GM) atau peta hijau yang digagas Wendy Brower berkembang ke berbagai negara termasuk Indonesia. Tahun 2001, GM pertama kali masuk Jakarta dengan kegiatan membuat peta hijau Kemang. Kegiatan ini juga diikuti aktivis dari Jogja yang kemudian mengenalkan GM di lingkungannya. "Tahun 2002, GM mulai masuk Jogja. Hampir sebagian besar yang bergiat di GM Jogja adalah mahasiwa Universitas Gadjah Mada, terutama dari Jurusan Sastra dan Arsitektur," kisah Elanto Wijoyono (27), koordinator GM Jogja tahun 2005-2010 yang sekarang menjadi koordinator GM nasional.

Bersama sekitar 20 penggiat utama GM Jogja, pada 2003-2004 Joyo membuat peta hijau di tiga kawasan Jogja. Yakni, Kotabaru, Kotagede, dan Jeron Beteng (kawasan yang terletak di dalam benteng atau lingkungan kraton Jogja.) Seperti gagasan Wendy, kegiatan ini memetakan keadaan wilayah setempat dengan sistem ikon. "Misalnya ikon restoran vegetarian, taman di sudut desa, tempat penitipan sepeda, dan seterusnya. Ikon-ikon ini sudah disepakati secara internasional."

Dokumentasi Bernilai Tinggi

Tak sulit mengajak warga Yogya memetakan wilayahnya. Awalnya mereka memang bertanya-tanya, apa manfaat kegiatan ini. Setelah lewat proses pendekatan, warga bersedia terlibat. Joyo menggambarkan, kegiatan pemetaan berlangsung seru. Warga berkeliling kampungnya untuk melihat apa yang ada di lingkungannya. Warga pun menjadi lebih peka dengan potensi wilayahnya. Di Jeron Beteng, misalnya, GM memetakan juga perajin wayang, batik, dan seterusnya. Bahkan, kegiatan juga memetakan keadaan Jeron Beteng pada masa lalu. Salah satu caranya, dengan mewawancarai warga yang sudah sepuh. "Teman-teman jadi tahu perubahan yang terjadi. Misalnya saja dulu alun-alun selatan untuk kegiatan kraton, sekarang sudah jadi tempat wisata dengan penyewaan sepeda."

Kegiatan di Kotabaru tak kalah menarik. Kata Joyo, wilayah ini dulu terkenal tempat pemukiman warga Belanda. "Sekarang masih dikenal sebagai tempat elit, tapi sudah ada kantung kemiskinan juga." Pembuatan GM berpegang pada 125 ikon yang antara lain menjelaskan kategori alam dan budaya. Tak semua kategori dimasukkan. Hanya usaha yang ramah lingkungan yang masuk. Misalnya, kafe yang dikelola anak muda, yang mengusung konsep 'green.' Ada lagi usaha yang memanfaatkan limbah ban. "Usaha bunga kami data juga, sebagai kegiatan ekonomi lokal."

Sego Segawe

Tahun 2007 memetakan jalan perkotaan di Jogja yang nyaman dan tidak nyaman untuk bersepeda. GM Jogja bekerja sama dengan komunitas Bike to Work. "Kami membatasi jalan-jalan di dalam lingkaran ring road."

Kebetulan Walikota Jogja Herry Zudianto dan pemkot, sangat tertarik dengan kegiatan bersepeda. Pak Wali mencanangkan aktivitas Sego Segawe, singkatan dari Sepeda kanggo Sekolah lan Nyambut Gawe. Artinya, sepeda untuk kegiatan sekolah dan bekerja. Dinas Perhubungan Kota pun membuat jalur sepeda di Jogja. "Peta hijau yang kami buat jadi masukan awal pembuatan jalur sepeda itu," terang Joyo.

Kini, kegiatan GM Jogja juga terjaring dengan GM di kota-kota lain. "Kami juga sudah terdaftar di sekretariat GM yang berpusat di New York. Sekarang, di beberapa ruas jalan di Jogja memang sudah ada jalur sepedanya," ujar Joyo senang.

Henry Ismono/bersambung