Ternyata pikiran burukku itu menjadi kenyataan dengan datangnya SMS tadi. Kami langsung lapor ke polisi. Aku tak peduli ancaman si penculik. Saat itu, aku tidak yakin mereka tega menghilangkan nyawa anakku. Kupikir mereka hanya menakut-nakuti saja.
Meski demikian, naluri seorang ibu tetap saja terusik. Hatiku tidak tenang. Aku tak bisa membayangkan seperti apa para penculik itu memperlakukan Dedeku tersayang. Apakah dia diberi makan selama dalam sekapan? Firasat tak enak kembali muncul kala gelang yang kukenakan sehari-hari tiba-tiba putus tanpa sebab. Apakah itu pertanda sesuatu? Saat itu, aku tak berani menduga yang tidak-tidak.
Kendati telah lapor polisi, kami tak tinggal diam. Kami terus mencari Dede. Doa pun terus kupanjatkan. Setiap malam kami mengaji, membaca surat Yasin, memohon agar Tuhan memberi pertolongan kepada kami.
Tetapi ada sesuatu yang aneh. SMS soal penculikan dan minta tebusan itu juga dikirimkan ke tiga tetanggaku. Aku pun mulai curiga, jangan-jangan pelaku penculikan adalah orang sekitar rumahku. Sayangnya, aku tidak bisa menebak apalagi menunjuk siapa orangnya. Sebabnya, nomor HP si penculik tidak kami kenal. Yang jelas, aku sempat membalas SMS itu dan mendapat jawaban, "Situ maunya berapa?" Setelah Pak RT memberi pertimbangan, aku tidak membalas SMS itu lagi.
Oleh karena tak kubalas, si penculik justru menghujaniku dengan lebih dari 20 SMS. Salah satunya mengancam akan menculik anak sulung kami bila permintaan uang tebusan tak dipenuhi.
Pura-pura Mencari
Belakangan, dengan pertimbangan keselamatan jiwa Dede, kami menyiapkan uang tebusan lalu mengantarnya ke Terminal Serpong. Tentu saja setelah berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Mungkin karena salah satu penculiknya orang di lingkungan sendiri, ia memberi informasi mengenai kerjasama kami dengan polisi. Alhasil, rencana menangkap penculik hari itu gagal total.
Setelah hari itu, kami hanya bisa pasrah, menunggu upaya polisi menemukan Dede. Benar saja, polisi berhasil membekuk salah satu tersangka penculiknya yang bernama Um di Pandeglang. Lelaki yang baru dua bulan jadi tetanggaku itu mengatakan, anakku sudah tewas dan dibuang di lahan kosong di Taman Alfa Indah, Jakarta Barat. Runtuhlah harapanku bertemu buah hati kami dalam keadaan hidup.
Beberapa hari kemudian, polisi juga menangkap Id yang tak lain adalah tetanggaku juga. Aku yakin, dialah yang membocorkan usaha kami lapor polisi. Id, pada malam Dede hilang, kulihat pura-pura ikut mencari Dede.
Kini sudah lebih dari dua minggu anakku terbaring kaku di kamar jenazah RS Polri, Kramatjati. Padahal, aku sudah tak sabar membawanya pulang untuk dimakamkan agar arwahnya tenang di alam baka. Namun polisi yang menangani mengatakan, masih ada prosedur yang harus dilewati untuk memperkuat bukti di pengadilan nanti. Padahal, aku dan suamiku sudah dites darah dan DNA untuk dicocokkan dengan DNA Dede.
Sita Dewi/ bersambung