Cengkeh Resto, Makan Sambil Membaca

By nova.id, Jumat, 19 Februari 2010 | 10:57 WIB
Cengkeh Resto Makan Sambil Membaca (nova.id)

Cengkeh Resto Makan Sambil Membaca (nova.id)

"Foto: Agus Dwianto "

Memasuki resto Cengkeh di Barito, Jakarta, serasa masuk ke rumah. Sebab penataan tempat duduk amat berbeda dengan resto pada umumnya. Ada beberapa sofa empuk di depan open kitchen. Di sofa itulah biasanya pengunjung Cengkeh, duduk mengobrol atau arisan sembari minum dan menyantap makanan ringan. Misalnya, hidangan Pinggan Icip-Icip, berupa gorengan risoles dan udang berbalut tepung.

Tak jauh dari sofa, terdapat rak buku-buku dan majalah terbitan dalam dan luar negeri yang sengaja disediakan buat pengunjung. Menyediakan perpustakaan mini, merupakan strategi dagang dari resto yang dimiliki tiga perempuan ternama. Nita Hanafiah, Nis Martowardoyo, dan Ira Pramono. Namun, kini pengelolaannya diserahkan ke generasi penerus tiga pemilik tadi. Masing-masing, Andra Hanafiah, Adri Martowardoyo, dan Ayu Pramono, ditambah Esti, pemilik galeri seni di mana Cengkeh menyewa tempat.

Sementara meja makan berkursi 4 buah ditempatkan di tengah ruang. Tempat yang benar-benar cocok untuk bersantap makanan berat. Misalnya, Nasi Liwet atau Nasi Goreng Hijau.

Resto Cengkeh di Jl.Barito yang dibuka sejak Desember 2009 ini, menurut PR Cengkeh, Padmasita, semula mengusung konsep sebagai tempat minum minuman ringan dan camilan saja. Tapi dalam perkembangannya, banyak yang memesan menu berat seperti yang ada di Resto Cengkeh Jl. Juanda yang lebih dulu ada.

"Ya sudah, akhirnya kami menuruti order pelanggan saja. Konsep kami sih, ingin menyajikan masakan dan minuman Indonesia orisinil, tapi disajikan secara fushion. Misalnya Nasi Goreng yang sudah sangat familiar di Indonesia, yang biasanya berwarna kemerahan. Nah, kami sajikan beda, dengan warna hijau," terang Sita.

Nasi Goreng Hijau ini terbuat dari sari cabai hijau yang dibuang isinya, sehingga tak menimbulkan rasa pedas berlebihan. Inilah uniknya. Nasi hijau tua, dicampur jamur kuping, diselimuti telur dadar tipis yang merekah bak kelopak bunga. Lauknya pun komplit, ada empal goreng plus serundeng, kripik kentang, dan ayam goreng renyah.

Masih ada beberapa sajian utama yang tertera di daftar menu. Masing-masing mewakili daerah di Indonesia. Bila tak terhidang di menu utama, minimal ada minuman atau cemilan ringan atau berat.

"Yang jelas, makanan atau minumannya sudah akrab di lidah masyarakat, meskipun menunya bukan masakan Jawa semua. Misalnya, dulu kami masukkan Nasi Kapau sebagai menu utama. Tapi setelah dievaluasi, kami hapus Nasi Kapau dari daftar menu. Sebaliknya, kami masukkan Bubur Kampiun yang juga terkenal."

Ada juga Bakmi Hitam yang bumbu rempahnya terasa meresap hingga ke batang mi kuning yang dibuat chef Cengkeh sendiri. "Menu yang ini sih, hasil otak-atik Chef Teten. Warna hitamnya dari tinta cumi-cumi."

Selain otak-atik resep sendiri, lanjut Sita, sebagian menu akhirnya meminjam resep milik Nita, yang tak lain adalah pengusaha katering langganan Istana Negara.

Tak lupa Sita berpesan, bila ingin bertandang ke Cengkeh Barito, sebaiknya melakukan reservasi dulu. "Kelihatannya siang sepi, tapi tiba-tiba pelanggan bisa datang dalam jumlah banyak. Kalau sudah begitu, kami seringkali tutup buat costumer walk-in. Kadang sampai enggak enak hati. Tapi mau bagaimana lagi. Sabtu-Minggu pun kadang malah disewa untuk acara wedding atau reuni."Rini Sulistyati