Ina yang punya anak remaja mengaku secara rutin melihat akun FB anaknya. Bahkan ia tak segan-segan menelusuri komentar di wall, baik yang ditulis anaknya maupun teman-temannya. "Toh, apa yang saya lakukan itu tidak melanggar privasi anak saya. Wall itu, kan, bisa dilihat siapa saja."
Orangtua, tambahnya, juga harus tahu dengan siapa saja anaknya berteman. "Kalau ada temannya yang sudah pacaran, cari tahu bagaimana model pacarannya. Saya juga akan tanya, bagaimana komentar anak saya soal pacaran model temannya itu. Kalau memang pemahaman soal pacaran salah, ya, akan saya kasih tahu. Pokoknya, saya harus tahu, apa isi kepala anak saya."
Nah, agar komunikasi dengan anak, khususnya yang sudah remaja, bisa lancar, "Orangtua harus ekstra sabar. Remaja, kan, doyannya cerita. Kita sebagai orangtua wajib menjadi pendengar yang baik. Setelah bercerita, baru pelan-pelan beri dia arahan. Yang penting, jangan mendikte."
Melarang anak memiliki akun FB, kata Ina, juga bukan solusi terbaik. Toh, anak bisa diam-diam membuka akun tanpa sepengetahuan orangtua. "Apalagi anak-anak, kan, sifat ingin tahunya besar. Semakin dikekang, rasa ingin tahunya semakin besar." Yang penting, kata Ina, harus ada komunikasi dan pengawasan.
Satu lagi saran Ina, sebaiknya di FB tidak mencantumkan nomor telepon, email, dan alamat. "Jangan sampai identitas itu diumbar ke mana-mana. Itu akan memberi kesempatan kepada orang yang berniat jahat."
Krisna