Gola Gong Alami Lumpuh Total (3)

By nova.id, Rabu, 10 Februari 2010 | 05:18 WIB
Gola Gong Alami Lumpuh Total 3 (nova.id)

Gola Gong Alami Lumpuh Total 3 (nova.id)

"Bersama istri tercinta (Foto: Ahmad Fadillah) "

Bagaimana dengan pekerjaan saya sebagai penulis? Tetap berjalan! Sayangnya, saya tidak bisa duduk kelamaan untuk menulis dengan durasi panjang. Leher akan sakit akibat terlalu lama menggantung. Jadi, sebentar-sebentar saya harus mengenakan ganjal di leher. Karena itu, saya kini memiliki tim kreatif. Mereka adalah "lulusan" Rumah Dunia yang pernah saya didik. Bila ide datang, saya tinggal bicara, mereka yang mengetik. Saya tinggal finishing.

Sekarang ini saya tengah menyelesaikan novel anak sebanyak dua jilid. Saya ingin membuat novel anak-anak tentang semangat ingin sekolah dan seri pantang menyerah. Yang seri ketiga, saya ajukan ke Balai Pustaka. Judulnya, Aku Bangkit. Yang ini novel untuk remaja.

Selain menulis, saya membantu anak-anak di Cipanas membuat taman bacaan dengan nama Rumah Dunia Cipanas. Bedanya, bila Rumah Dunia di Serang ini sudah mapan, di sana saya kerepotan soal biaya. Bila kelas menulis di Serang gratis, anak-anak di Cipanas yang mau masuk kelas menulis, harus berinfak Rp 50 ribu per anak. Untuk merealisasikan Rumah Dunia Cipanas, saya sedang mengajukan pinjaman ke bank sebesar Rp 100 juta. Kalau diluluskan, dana itu akan saya kelola untuk membuat Rumah Dunia seperti di Serang. Saya juga akan menyewa rumah selama lima tahun buat buka warung internet dan toko buku. Untuk rencana ini saya bekerjasama dengan beberapa mahasiswa di Cipanas. Setelah saya hitung, balik modalnya baru 10 tahun. Entahlah, pinjaman itu akan diberikan bank atau tidak.

Sekarang saya hanya bisa mengambil hikmah dari sakit saya. Dulu, banyak orang ingin saya datangi untuk membantu membuat Rumah Dunia. Hanya karena masalah biaya, saya tidak bisa mendatangi mereka. Dulu, di saat saya masih sehat, kasarnya, tanpa uang pun saya pasti berangkat. Meski hanya berbekal tiket bus, bisa jalan. Sekarang, saya terpaksa harus minta disediakan tiket bus atau kereta api kelas eksekutif biar nyaman di perjalanan. Juga harus ada hotel buat istirahat. Rasanya semakin sulit, ya? Sebenarnya saya kasihan pada teman-teman yang mengharapkan kedatangan saya. Tapi, bagaimana lagi?

Kalau ada, sih, saya lebih suka bila ada perusahaan besar yang memiliki CSR mau bekerjasama. Saya akan datang dari satu kota ke kota lain, membina anak-anak dan remaja menulis, lalu diberi motivasi. Setelah jalan, bisa saya tinggal. Saya bisa datang lagi sekadar buat supervisi. Dengan cara itu saya tidak perlu repot memikirkan soal uang. Mudah-mudahan ada perusahaan yang tergerak...Rini Sulistyati/tamat