Warga RT 01 RW 03 Kelurahan/Kecamatan Lakarsantri Surabaya dikejutkan dengan penemuan Marisimpen, 75, warga Jl Raya Lakarsantri 140 tewas dalam kondisi berlumuran darah di pintu masuk kamar mandi rumahnya, Senin (18/1) sekitar pukul 7.30 WIB
Widianto, 34, tetangga Marisimpen, langsung lapor RT dan diteruskan ke Mapolsekta Lakarsantri. Dalam perjalanan melapor RT, Widianto teringat ucapan anak bungsu Marisimpen, Lalil Markumah, 36, yang sekitar pukul 07.00 WIB mendatanginya dan mengatakan "Ibuku wis tak pateni".
"Saya tidak nyangka kalau ternyata benar-benar dibunuh. Karena Lailil itu mengalami sakit jiwa dan sudah sering kali mengatakan kalau ibunya dibunuh," ujar Widianto.
Lailil tidak hanya mengatakan kepada Widianto saja, tapi juga semua tetangga dan sanak keluarganya yang ada di sekitar rumahnya. Namun tidak ada yang menanggapi karena Lailil dianggap orang gila. "Tapi setengah jam setelah dia ngomong, saya jadi curiga tidak mendengar suara Bu Mar. Akhirnya saya tengok dan saat itulah ketahuan," lanjut Widianto.
Lailil sendiri setelah melakukan perbuatannya, langsung menghilang berjalan tidak tentu arah. Dia baru ditemukan sekitar pukul 09.10 WIB di dalam Pasar Lakarsantri yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya. Lailil ditemukan anggota Unit Reskrim Polsekta Lakarsantri, sekitar satu jam setelah warga melaporkan meninggalnya Marisimpen.
Begitu ditemukan, Lailil langsung dibawa ke rumahnya untuk menjalani rekonstruksi pembunuhan. Sebelum kedatangan Lailil, polisi lebih dulu melakukan evakuasi terhadap jenasah Marsisimpen dan olah tempat kejadian perkara (TKP). Jenasah Marisimpen dibawa ke ruang kamar mayat Instalasi Kedokteran dan Forensik (IKF) RS Samsoeri Mertojo Bhayangkara Polda Jatim untuk divisum.
Begitu Lailil tiba, polisi langsung mengajaknya masuk ke rumah. Tapi melihat ada banyak orang di depan rumahnya, termasuk wartawan, Lailil menolak turun dari mobil. Akhirnya seorang anggota polisi menggendong Lailil yang turun dari mobil dengan kondisi tangan diborgol.
Kapolresta Surabaya Selatan, AKBP Bahagia Dachi, yang tiba sebelum kedatangan Lailil, langsung memimpin rekontruksi yang dilakukan secara tertutup . Usai rekontruksi sekitar pukul 10.30 WIB, Dachi mengatakan Lailil tersangka utama.
"Tidak ada pintu atau jendela yang rusak. Barang-barang dalam rumah juuga tidak ada yang hilang. Jadi dugaan pelaku adalah tunggal dan anak korban Lailil ini," kata Dachi.
Dari hasil rekontruksi menunjukkan bila Lailil mengayunkan cangkul ke bagian kepala ibunya saat ibunya akan masuk kamar mandi. Ada dua luka yang ada di kepala Marisimpen. Yaitu di kepala bagian belakang dan dahi. Dugaan, setelah cangkulan di kepala bagian belakang, Marisimpen langsung ambruk ke belakang yang membuat ayunan Lailil yang kedua mengenai bagian dahi. Marisimpen langsung tewas di tempat.
Usai membunuh, Lailil diduga ganti baju dulu kemudian keluar rumah itu melapor. Sebenarnya Lailil berjalan akan menyerahkan diri ke Mapolsekta Lakarsantri. Tapi kesasar hingga masuk dan berputar-putar di dalam Pasar Lakarsantri.
Usai rekontruksi, Lailil dibawa ke Mapolsekta Lakarsantri untuk diminati keterangan. Dari hasil pemeriksaan sementara, menurut Kapolsekta Lakarsantri, AKP Sugihartoyo, menyebutkan bila Lailil diduga mengalami ganguan jiwa. "Karena dia sulit sekali dimintai keterangan. Jawabannya tidak fokus," ujar Sugihartoyo.
Sementara itu menurut Nardi, 43, kakak kandung Lailil saat ditemui di kamar mayat, mengakui bila adiknya itu memang sakit jiwa sejak 10 tahun terakhir. "Dia gila karena sebagai anak perempuan dan bungsu sangat dididik keras oleh ibu. Sejak lajang dia didesak segera menikah. Setelah menikah, dia masih terus-terusan dimarahi, bahkan sempat berantem hingga ibu menolak mengakuinya sebagai anak," ungkap Nardi.
Lailil sendiri sudah menikah dan memiliki tiga anak. Salah satu anaknya bernama Deri, 12, dan tinggal bersama Lailil dan Marisimpen di rumah tersebut. Sementara Nardi dan dua saudara Lailil lainnya tinggal terpisah. Sejak mengalami gangguan jiwa, Lailil yang pernah tinggal terpisah dengan ibunya, kembali tinggal serumah. Selama itu, penyakit jiwa Lailil bila kambuh, dibawa ke RSJ Menur atau RSJ Sumber Porong, Lawang, Kabupatan Malang.
"Penyakitnya semakin parah saat dua tahun yang lalu, suaminya menceraikan. Dua anak ikut suaminya dan hanya satu anak yang ikut Lailil. Selama dua tahun itulah, dia sering teriak-teriak kalau sudah membunuh ibu," lanjut Nardi.
Tapi diduga saking tertekannya, Lailil yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cuci dan setrika baju para tetangganya itu, pernah berusaha bunuh diri dengan minum racun serangga. Tapi usaha itu bisa digagalkan oleh para tetangganya. Selain itu, setiap kambuh, Lailil sering berkeliling di jalanan sekitar rumahnya sambil teriak-teriak membawa pisau dapur. Sementara kondisi Marisimpen sendiri, menurut Nardi, ibunya itu sudah renta dan memiliki penglihatan yang kurang karena rabun.
"Saat dibunuh, mungkin ibu sedang tertatih-tatih mau masuk kamar mandi. Biasanya meraba-raba tembok untuk menemukan pintunya," tandas Nardi yang mengaku pasrah dan ikhlas dengan kejadian tersebut.
Untuk langkah hukum selanjutnya, menurut Dachi, meski sudah ada keterangan yang menyebutkan Lailil sakit jiwa, pihaknya masih perlu melakukan pemeriksaan kejiawaan ke dokter ahli jiwa. "Nanti kalau menurut keterangan dokter, dia memang gila, maka dia bisa bebas demi hukum. Tapi kalau tidak, dia akan kami jerat dengan pembunuhan," jelas Dachi.
Selanjutnya sekitar pukul 14.00 WIB, Lailil dari Polsekta Lakarsantri diserahkan ke RSJ Menur untuk dilakukan pemeriksaan kejiwaan.rie/surya