Duka Hati Ibu Korban Mutilasi (2)

By nova.id, Senin, 18 Januari 2010 | 06:16 WIB
Duka Hati Ibu Korban Mutilasi 2 (nova.id)

Duka Hati Ibu Korban Mutilasi 2 (nova.id)

"Ardiansyah (Foto: Repro) "

Banyak kenangan mengesankan bersama Ardi. Sejak bayi, ia yang berulang tahun ke-9 pada 23 Desember lalu, sudah berbeda dari saudara-saudaranya. Belum genap umur setahun. ia masuk rumah sakit karena ada vlek pernapasan. Dokter memberi infus, eh, ia malah mencabut infusnya sampai tangannya berdarah. Ia sungguh cerdik dan nakal. Sayang sekali, ia tak bisa sekolah seperti kakak-kakaknya karena kondisi keluarga kami.

Toh, ia tetap tumbuh seperti anak lain. Belajar sepeda dan hobi main bola. Wah, ia senang sekali main bola meski sering kumarahi. Sering ia dijuluki Jakmania, itu lho suporter bola pendukung Persija. Begitulah, sampai setahun lalu, ia mau ngamen, mengikuti kakaknya, Tri Handayani (12) yang sudah lebih dulu ngamen di angkutan umum.

Ah, dua anakku itu memang tahu persis kesulitan orangtuanya. Penghasilan suamiku yang kerja serabutan hanya Rp 1 juta sebulan. Itu pun gaji kotor, masih dipotong uang transpor. Tentu sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga besar kami. Untuk bayar sewa kontrak kamar plus makan sehari-hari saja, tidak cukup.

Nah, hasil Tri mengamen, cukup membantu keluarga. Kalau pas bagus, ia bisa dapat Rp 50 ribu. Biasanya, Rp 35 ribu diberikan untukku, sisanya dipakai untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dari penghasilan Tri itulah keluarga kami bisa makan. Mungkin melihat kegiatan kakaknya, Ardi jadi ikut-ikutan ngamen.

Aku tak bisa melarangnya. Hanya saja kuminta ia hati-hati di jalan. Apalagi saat naik atau turun angkutan umum. Dari cerita Ardi dan Tri, aku tahu, Ardi ngamen sampai Pulogadung. Bahkan lebih jauh lagi. Aku melarangnya. Bolehlah ia ngamen, tapi jangan jauh-jauh. Terkadang aku waswas saat ia ngamen. Sesekali aku menengoknya ke tempat dia mangkal.

Dari cerita anak-anak pula, aku kenal Babe. Di mata anak-anak pengamen, Babe dikenal sangat murah hati. Babe juga sayang pada Ardi. Malah, di antara anak-anak pengamen, boleh dibilang Ardi jadi anak yang paling disayang. Ardi memang paling rapi di antara teman-temannya. Ia juga tidak banyak ulah.

Sering, sesampainya di rumah, Ardi sudah bersih dan rapi. Katanya, dimandikan Babe. Bajunya juga diganti yang bersih. Dulu, saat Ardi beberapa kali menginap di rumah Babe, aku tidak cemas. Toh, selama ini Ardi baik-baik saja. Bahkan, aku berterima kasih pada Babe yang ikut merawat anakku. "Tolong titip Ardi, ya, Pak," ujarku saat bertemu Babe. Tampaknya Babe sudah menganggap Ardi seperti anak sendiri.

Sungguh aku tak menyangka, Ardi jadi korban kejahatan Babe. Selama ini, Babe kukenal sebagai orang yang baik. Orangnya kalem. Sering, di kamar kontrakannya, ia memasak buat anak-anak. Ternyata semua itu untuk menutupi kejahatannya. Maunya, sih, dia dihukum mati. Kalau tidak, akan berbahaya bagi anak-anak kecil lainnya. Andai ia bebas, ada kemungkinan dia mengulangi perbuatannya.

Henry Ismono/bersambung