Babak Baru Prita vs Omni

By nova.id, Selasa, 15 Desember 2009 | 07:01 WIB
Babak Baru Prita vs Omni (nova.id)

Babak Baru Prita vs Omni (nova.id)

"Prita (Foto: Sita Dewi) "

Perseteruan dengan Prita Mulyasari tak cuma menguras tenaga tapi juga sedikit-banyak menggangu citra RS OMNI International. Pemberitaan dan reaksi masyarakat terhadap masalah ini begitu besar. Reputasi Omni sebagai rumah sakit berstandar internasional pun jadi menurun di mata masyarakat. Jumlah pasien yang datang berobat di RS yang berlokasi di Alam Sutera BSD ini, menurun. "Ada dua kali penurunan. Pertama, saat email Prita tersebar dan kedua, setelah Prita keluar dari tahanan," jelas Grace Hilda, Manajer Pelayanan Omni yang namanya disebut-sebut dalam surat elektronik Prita.

Penurunan pasien karena sebab pertama itulah yang memicu Omni memperkarakan Prita ke meja hijau. Di luar dugaan, Prita mendapat dukungan besar-besaran dari masyarakat. Ditambah lagi, media massa mengekspos terus-menerus. Bahkan "kemenangan" Omni dua kali, yakni pidana dan perdata, justru berbuah sentimen negatif. "Jelas, kami merasa tersudut. Tapi kami tak mau banyak komentar karena, toh, saat ini ada proses hukum yang sedang berjalan. Biarkan saja berjalan," kata Grace.

Kini, kata Grace, perlahan-lahan pengunjung Omni mengalami peningkatan. "Grafiknya memang sempat turun, lalu jadi landai, dan kini cenderung stabil. Tapi siapa pun, pasti ingin grafiknya naik." Selama kasus ini berjalan, tingkat pengunjung Omni ikut naik-turun. "Rumah sakit, kan, bisnis kepercayaan, jadi memang tidak mudah," tambahnya.

Toh, kata Grace, meski tak jarang pengunjung lama dan baru kerap mempertanyakan berita seputar Omni, "Masih ada, kok, yang berpikir positif dan mau mencoba serta membuktikan layanan kami. Memang, kami harus bekerja ekstra keras."

Elegan & Baik-baik

Disodori draf perdamaian dari Omni, 9 Desember lalu, Prita mengaku tak mau gegabah menanggapinya. Ia menganggap masih ada beberapa poin yang tidak menguntungkannya. Misalnya, "Kedua pihak sepakat untuk tidak mengajukan keluhan, pengaduan, gugatan ataupun penuntutan baru, dalam bentuk apa pun, baik melalui instansi penegak hukum, penasehat hukum, maupun media mass,a baik cetak maupun elektronik. Itu artinya kami tidak boleh lagi berbicara ke media massa," kata anggota tim kuasa hukum Prita, Slamet Yuwono dari OC Kaligis and Associates.

Tim kuasa hukum menilai, isi draf perdamaian itu kurang spesifik. "Kami melihat kasus pidana juga harus disepakati untuk diselesaikan, bukan untuk dicabut." Selain itu, tim pengacara menginginkan dr. Grace dan dr. Hengky, menghadap majelis hakim perkara pidana dan menyatakan bahwa Prita bukan korban dan tidak ada masalah lagi, "Sehingga nanti majelis hakim perkara pidana akan melihat hal ini sudah tidak ada urgensinya," tambahnya.

Keengganan Prita untuk menandatangani draf perdamaian yang dinilai kabur itu, menurut Slamet, semata-mata karena Prita ingin lebih berhati-hati. "Dia sudah menderita dan terlunta-lunta selama 1,5 tahun. Wajar kalau dia ingin lebih hati-hati,". Prita juga bersedia saling memaafkan jika keputusan pengadilan sudah jatuh dan ia dibebaskan dari vonis bersalah. Jika demikian halnya, "Kami tidak akan menuntut, asalkan selesai secara baik-baik dan elegan," tutup Slamet. Sita Dewi