Musibah ini membuat perasaan Dede campur aduk. "Meski senang anak saya selamat, tetapi delapan saudara saya jadi korban," ucapnya. Semula, Dede dan suaminya, Abdul Wahid, dijadwalkan turut dalam rombongan Iis. "Kamis sore kami sudah di Lembang karena rencananya berangkat Jumat pagi tapi tiba-tiba suami demam, jadi kami batal ikut. Saya hanya titip Ajeng saja."
Selama anaknya pergi, tiga kali Abdul Wahid menelepon Ajeng untuk mengetahui kabar anaknya itu. "Entah kenapa sempat terlintas di benak saya, ada perasaan takut bagaimana kalau terjadi kecelakaan? Tapi pikiran buruk itu buru-buru saya hilangkan."
Namun, kabar di pagi buta soal kecelakaan keluarga besarnya, tak urung membuatnya syok. Dede dan suaminya kalut bukan kepalang kala Vera menyampaikan kabar buruk itu melalui telepon. "Jam 01.00 saya, suami, serta adik ipar langsung ke Garut. Selama di perjalanan saya memikirkan nasib Ajeng. Tidak terbayang keluarga besar saya mengalami kecelakaan separah itu. Mungkin khawatir saya histeris, saya tidak boleh ke TKP, melainkan langsung diarahkan ke Puskesmas Cicalengka. Mereka bilang Ajeng dan satu perempuan lagi selamat. Mendengar itu, saya bersyukur. Tapi belakangan saat tahu delapan keluarga saya meninggal, hati saya pilu tak karuan."
Harapan Dede, seperti halnya harapan Iis serta keluarga besar mereka, aparat hukum menindak sopir yang lalai karena rem truk diperkirakan blong. "Supaya kecelakaan seperti itu tak terulang lagi pada orang tak bersalah dan berdosa. Bayangkan, delapan saudara kami hilang sekaligus..." ujar Dede sambil menahan tangis.
RINI SULISTYATI