Ainun Dalam Kenangan (1)

By nova.id, Senin, 31 Mei 2010 | 02:59 WIB
Ainun Dalam Kenangan 1 (nova.id)

Ainun Dalam Kenangan 1 (nova.id)
Ainun Dalam Kenangan 1 (nova.id)

"Dua karya kemanusiaan Ainun membuahkan bintang jasa dari negara (Foto:Repro, Ahmad Fadilah) "

Suka Beri Hadiah

Pertemuan Mommy dengan Ainun terjadi pada 1984 ketika Mommy aktif di kepengurusan Dharma Wanita BPPT. "Kebetulan suami saya, Rubijanto, menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Pak Habibie di BPPT. Oleh karena itu saya juga harus aktif di kegiatan Dharma Wanita di BPPT."

Suatu saat di tahun 1985, Ainun menyelenggarakan pengajian di BPPT. Kebetulan Mommy kebagian tugas mencari penceramah dan menuliskan isi ceramah di buletin BPPT. Tak diduga, bulan Oktober, Ainun yang ketika itu tengah berada di Amerika, menelepon Mommy. "Saya diminta menjadi sekretaris pribadinya. Saya terkejut dan sempat bertanya, apa tidak salah pilih? Meski ragu, saya jawab, akan ikut tes selama tiga bulan. Tetapi baru bekerja selama seminggu, Ibu bilang tidak mau menunggu lama-lama. Ya sudah, sejak saat itu hingga 18 tahun kemudian saya bekerja sebagai sektretaris pribadi Ibu."

Apa kunci sukses Mommy melayani Ainun selama 18 tahun? "Modal saya hanya kejujuran. Saya bekerja atas dasar disposisi Ibu. Saya selalu berusaha sebaik mungkin melayani Ibu. Berusaha tahu seleranya. Ibu itu orangnya tepat waktu. Intinya, saya benar-benar mengabdi. Saya menganggap Ibu dan Pak Habibie seperti ayah dan ibu sendiri. Beliau juga menganggap saya seperti anak sendiri."

Selama belasan tahun bekerja, Mommy mengaku baru sekali kena "marah". "Ibu kalau marah cuma diam. Pernah suatu kali saya ditegur Bapak gara-gara ada acara yang konsumsinya kurang. Padahal, saya sudah membeli konsumsi atas dasar disposisi Ibu. Lalu disposisi itu saya perlihatkan kepada Bapak. Setelah semuanya jelas, saya minta maaf. Eh, Ibu malah kasih saya kado berupa bros mutiara. Ibu memang rajin memberi kado."

Ainun, kata Mommy, adalah sosok yang lembut, sabar, dan penuh kasih sayang. "Juga penuh perhatian kepada anak buahnya. Misalnya, anak atau suami saya tengah sakit, Ibu selalu memaksa saya agar secepatnya menghentikan pekerjaan dan pulang. Ibu bilang, keluarga harus nomor satu. Nah, saat saya pulang, Ibu memberi saya vitamin untuk anak saya yang sakit."

Atau suatu kali, anak Mommy minta dibelikan wafer dari Jerman. "Meski lama tinggal di Jerman, Ibu tidak tahu kalau ada wafer merek Hanuta. Ketika hal itu saya sampaikan, setiap kali Ibu kembali dari Jerman selalu bawa Hanuta hingga anak saya berumur 21 tahun. Ketika saya beritahu anak saya 'protes' soal kiriman Hanuta itu, Ibu seperti baru tersadar bahwa anak-anak saya kini sudah besar-besar," ujar Mommy sambil tertawa.

Rini Sulistyati/ bersambung