Selly, kata psikolog dari Universitas Atmajaya ini, juga kurang diasah untuk mendengarkan kata hati nurani. "Tiap manusia pasti punya hati nurani. Misalnya, saat melakukan kesalahan, hati nurani kita akan mengatakan bersalah. Tapi anak yang tidak peka terhadap hati nuraninya, tidak akan merasa bersalah meskipun perbuatannya salah. Kata hatinya tertutup."
Lingkungan sosial juga bisa mempengaruhi. "Dia melihat banyak kejadian menipu yang tak diberi konsekuensi. Misalnya saja penipuan kecil-kecilan. Dia tak melihat konsekuensi yang diterima seorang penipu." Nah, selama ini, Selly lepas dari jerat hukum. Alhasil, dia tidak mendapat ganjaran atau konsekuensi perbuatannya. "Ini semua terjadi pada Selly sepanjang hidupnya. Selama ini dia merasa jago menipu."
Di sisi lain, Fabiola menganggap konsep diri Selly salah. "Dia perlu terapi CBT (cognitive behavioral therapy). Ini bisa membantu Selly mengubah pola pikirnya. Jadi, memberi kesempatan untuk mencari alternatif lain agar hidupnya seimbang, selain menipu orang lain. Juga pendekatan individual, mengembalikan konsep hidupnya menjadi positif. Melihat kemampuannya, kalau diarahkan secara benar, dia bisa menjadi tenaga sales yang berhasil."
Henry