Buka Apotek 24 Jam Gara-Gara Susah Cari Obat (2)

By nova.id, Jumat, 4 Desember 2009 | 23:17 WIB
Buka Apotek 24 Jam Gara Gara Susah Cari Obat 2 (nova.id)

Buka Apotek 24 Jam Gara Gara Susah Cari Obat 2 (nova.id)
Buka Apotek 24 Jam Gara Gara Susah Cari Obat 2 (nova.id)

"Bersama karyawan, Gideon bahu-membahu membesarkan K24. (Foto: Henry Ismono/NOVA) "

Bersamaan dengan itu, aku memberi les untuk anak-anak SMP. Aku mengajar Fisika, Matematika, dan Kimia. Aku berani membuka les karena nilaiku di sekolah memang bagus. Penghasilan dari les juga kuberikan ke Mami. Meski enggak besar, cukuplah membantu.

Agar dapat uang lebih, aku memang cukup kreatif. Bersama dua kawan, kami pernah menyusun buku soal-soal Fisika untuk SMA. Buku sederhana terbitan sendiri yang dicetak dan distensil itu, kami jual dengan harga terjangkau. Oh, ya, aku memang cukup jago pelajaran Fisika. Saat ada acara Cerdas Tangkas (waktu itu belum ada Olimpiade Fisika), aku menjadi salah satu wakil sekolah.

Kesukaan pada Fisika membuatku ingin melanjutkan pendidikan ke jurusan ini usai tamat SMA. Namun, aku pernah mengalami sebuah peristiwa yang membekas di hatiku, yang membuatku lebih memilih Fakultas Kedokteran. Aku pernah kena penyakit gondongan. Dua hari aku demam tinggi dan rahangku bengkak. Oleh kakak sulung, aku dibawa ke dokter dan sakitku langsung hilang setelah disuntik. Sungguh aku takjub. Kayaknya senang menjadi dokter karena bisa membahagiakan banyak orang. Itulah yang mengantarku memilih Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gadjah Mada, tahun 1983.

Gagal Untuk SuksesTernyata di FK tidak senyaman yang kuduga. Ada suasana diskriminatif. Sudah jadi rahasia umum, mahasiswa WNI keturunan seperti aku, tidak akan bisa jadi dokter spesialis. Semua teman seangkatan, tahu betul kondisi itu. Meski begitu, aku tetap berusaha menyelesaikan kuliahku dengan baik. Setelah enam tahun menimba ilmu, aku lulus dan setahun berikut sudah jadi calon pegawai negeri sipil. Aku bekerja di Puskesmas Umbulharjo.(Bersambung)

Henry Ismono