Yang membuatku terharu, Retno juga sempat kurban empat ekor kambing. Sepertinya dia ingin menyiapkan semuanya, agar ketika ditinggalkan, semuanya sudah beres dan ibunya bisa hidup tenang.
Seharusnya aku bisa membaca firasat-firasat itu tapi entah kenapa, aku tidak peka. Yang aneh, saat itu ia bilang, semua barang pribadinya boleh diberikan ke orang, kecuali buku-buku semasa SMA-nya. Ketika kutanyakan alasannya, ia hanya tersenyum. Sampai sekarang, semua bukunya ada di kardus dan lemari.
Hari Minggu (8/11), aku dan anak-anak main ke apartemennya di daerah Tanjung Duren, Jakarta Barat. Apartemen tersebut baru saja dikontrak setahun, dari awal November ini, seharga Rp 39 juta yang dibayarnya lunas. Retno memilih tinggal berdua bersama pembantu, Aam, yang baru kerja sehari. Selama di apartemennya kami jalan-jalan ke mal dan makan. Pacarnya, Sony, pun ikut serta.
Kalaupun ada yang "aneh" saat itu, hari itu wajah Retno terlihat beda dari biasanya. Ia seperti bidadari. Cantik dan selalu tersenyum. Pokoknya, di depanku ia terlihat amat cerah. Mungkin gembira karena ketemu aku, ya? Padahal, seminggu sekali aku pasti ke sana. Kadang kalau kuminta ia pulang ke rumah kami, Retno malah memintaku datang ke apartemen karena ia sedang banyak pekerjaan. Sudah beberapa tahun ini Retno memang memilih tinggal terpisah. (Bersambung)
Noverita K. Waldan