Ketika Ani Berdansa Dengan Kanker (2)

By nova.id, Senin, 2 November 2009 | 06:06 WIB
Ketika Ani Berdansa Dengan Kanker 2 (nova.id)

Ketika Ani Berdansa Dengan Kanker 2 (nova.id)

"Setelah operasi payudara aku memilih hidup menghindari polusi. "

Bersama Mas Iwan, aku memilih naik haji dan menitipkan anak tunggal kami pada keluarga. Setahun persis setelah divonis kanker, aku dan suami ingin mengajak Awan jalan-jalan mengunjungi beberapa negara di Asia. Awan, kan, cukup lama kami tinggal naik haji.

Sampai di Singapura, kami mendapat informasi ada pemeriksaan menyeluruh di KK Hospital dengan biaya murah. Lebih murah dibanding di Jakarta. Aku dan Mas Iwan ikut periksa. Hasilnya memang aku kena kanker payudara dan harus diangkat. Bedanya dengan pemeriksaan sebelumnya, kali ini aku mendapat jawaban dari pertanyaan yang selama ini kuajukan. Aku mendapatkan dokter yang simpatik. Katanya, aku masih punya harapan hidup. Aku mulai tenang.

Meski sudah setahun berselang, payudaraku masih cantik, tidak ada luka. Hanya saja, memang, benjolannya sudah lebih besar meski tidak menimbulkan rasa sakit. Kala itu aku juga mendapat penjelasan proses pengobatan yang harus kujalani. Aku memilih kemoterapi dan pengangkatan payudara. Total, aku harus menjalani 10 kali kemo.

Masa-masa PenderitaanJangan kira aku tak resah memikirkan harus kehilangan payudaraku. Aku berdiskusi dengan suami. Kutanya, "Bagaimana kalau aku kehilangan payudara?" Dengan teduh dia menjawab, akan tetap mendampingiku sampai kapan pun.

"Meski kehilangan payudara, kecantikanmu tak akan terganggu. Hatimu lebih berharga dari sekadar payudara," kata Mas Iwan. Sungguh aku merasa beruntung punya suami yang memberi semangat seperti Mas Iwan. Soalnya, aku punya teman yang bernasib lebih buruk dariku. Begitu tahu dia kena kanker payudara, suaminya malah mengajak pisah.

Singkat cerita, aku meneruskan pengobatan di RS Mounth Elizabeth, Singapura. Mulailah aku menjalani kemoterapi yang sungguh menyakitkan. Dokter menjelaskan kemungkinan yang bisa terjadi. Aku diminta menghadapi dengan tenang. Ketika kemo pertama dan kedua, aku belum merasakan sakit. Hanya rambutku rontok. Aku pun memutuskan menggunduli rambutku. Kurasa tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Oh, ya, kemoterapi adalah metode yang digunakan untuk membunuh sel kanker yang ada dalam tubuh dengan menggunakan obat kimiawi. Yang kujalani, kemo melalui infus selama beberapa jam.

Kemo putaran pertama kulakukan tanggal 13-15 Mei 2007. Nah, pada hari ketiga, mulai terasa berat. Rasa mual jadi semakin parah. Hari itu, sebelum melanjutkan kemo putaran berikut, kami pulang ke Jakarta. Sampai di rumah, badanku lemah dan lunglai. Untuk buang air, aku mengalami sembelit. Yang paling parah, aku sulit menelan makanan.

Kemo berikutnya terasa begitu berat. Pernah aku muntah sampai habis isi perut. Ditambah lagi aku menderita sariawan di seluruh mulut. Agar makanan bisa masuk, makanan harus dihaluskan lalu kumakan dengan menggunakan sedotan. Begitu berat proses pengobatan yang mesti kujalani sepanjang Maret hingga September 2007. Selama itu, aku harus berada selama seminggu di Singapura, dua minggu kembali ke Jakarta, begitu seterusnya sampai tahapan pengobatan selesai.

Yang paling berat, tentu saja, ketika tiba saat payudaraku mesti diangkat. Rasanya aneh melihat di kaca, payudaraku cuma satu. Tapi aku tak perlu berlama-lama menyesali diri. Toh, semua sudah berlalu. Bagiku, biarlah semua lewat, yang penting adalah menatap masa depan.(Bersambung)

Henry Ismono