Cerita Keluarga Clara: "Kami Bangga Sekaligus Kecewa!" (2)

By nova.id, Jumat, 23 Oktober 2009 | 03:04 WIB
Cerita Keluarga Clara Kami Bangga Sekaligus Kecewa! 2 (nova.id)

Cerita Keluarga Clara Kami Bangga Sekaligus Kecewa! 2 (nova.id)
Cerita Keluarga Clara Kami Bangga Sekaligus Kecewa! 2 (nova.id)

"Untuk membuktikan ucapannya bahwa dirinya pernah mencapai puncak Everest, Wati mencari pemberitaan pendakiannya di internet. (Foto: Rini/NOVA) "

Harus Hitam Di atas PutihSebelum dimasukkan RSJ, Wati pernah hidup tak berteman di rumah ibunya selama setahun. Setahun hidup sendirian, rumah pun jadi berantakan. "Lihat, tuh, kulkas saja dilubangi. Ruang tamu acak-acakan. Ibu saya terpaksa dua tahun ini tidak terima anak kos. Padahal, banyak yang ingin tinggal. Setelah dia dibawa ke RSJ, rumah ini saya tata lagi. Semua barang-barang dia saya masukkan kardus lalu saya simpan di kamarnya. Saya tidak mau mengusik sedikit pun."

Ternyata "pelajaran" itu tak mempan. Wati tetap saja suka marah-marah tanpa sebab yang jelas. "Dia tidak mau berterus terang apa masalahnya. Jadi, kami bawa ke RSJ di Magelang lagi tiga bulan lalu, " ungkap Rita yang pernah dilapori pengurus RT dan RW gara-gara Wati menyakiti salah satu warga. "Warga lalu minta pada keluarga kami agar untuk sementara Wati tinggal di RSJ saja, karena mereka trauma. Kesepakatan itu dibuat seminggu setelah Wati masuk ke RSJ."

Kenapa kesepakatan antara warga dan keluarga harus dituangkan dalam sebuah surat? "Wati itu kalau punya urusan harus ada hitam di atas putih. Urusan uang sama saya saja, dia minta bukti hitam di atas putih. Jadi, surat kesepakatan itu hanya sebuah cara untuk memberinya 'pelajaran' bahwa orang hidup tidak bisa sendirian."

Bukti kasih sayang orangtua dan saudara-saudara, kata Rita, tak perlu disangsikan lagi. "Kalau tidak sayang, mana mungkin tiap bulan saya datang menjenguk, melunasi utang ke warung dan tetangga. Utangnya bisa sampai Rp 300 ribu. Biasanya buat beli telur karena hobinya, kan, bikin omelet. Sekali bikin, pakai lima butir telur, kayak orang bule. Gaya hidupnya memang begitu. Bayangkan, pernah dia di Jakarta, tinggal di apartemen yang sewanya Rp 1,8 juta per bulan dan selama dua bulan dia tidak bayar. Kamilah yang membayar."

Sebulan lalu, kata Rita, pihak RSJ menyatakan kondisi Wati sudah membaik. Akankah keluarga membawa pulang? "Pastinya akan kami bawa pulang. Cuma, saya tidak bisa memutuskan sendiri. Harus menunggu keputusan saudara yang lain. Ibaratnya, kami ini satu tim."Tak SengajaSebuah ketidaksengajaan, membuat Clara alias Wati lebih cepat sembuh. Ceritanya, kata Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Dr.Soeroyo Magelang, Dr. Bella Patriajaya, Sp.Kj, awal Oktober silam, staf Menpera datang ke situ. "Sebenarnya kedatangan itu untuk menemui Ibu Poppy yang mengajar tari di RSJ. Dia dicalonkan jadi Pemuda Pelopor. Nah, saat itu Wati mendatangi staf Menpera (Amir Hamzah, Red.) dan ternyata Pak Amir masih mengenali Wati sebagai pendaki Everest. Pengakuan itu, menambah kepercayaan diri Wati sehingga kondisinya yang secara medis mulai membaik bulan lalu, semakin baik. Dia sudah mulai realistis dan diperbolehkan pulang."

Kepulangan Wati, lanjut Bella, adalah untuk penyembuhan. "Bila keluarga dan lingkungannya mendukung, akan mempercepat penyembuhan. Dikatakan sembuh bila dia tidak minum obat lagi."

Menurut catatan Bella, sudah tiga kali Wati masuk RSJ Magelang. Pertama tahun 1997, lalu 2000, dan 2009. "Terakhir ia dibawa kemari karena merasa dirinya hebat. Dia juga mengamuk dan menyerang orang lain di sekitarnya. Dia merasa ada orang lain yang mencurigai dan akan menyerang dirinya."Rini Sulistyati