Saat gempa terjadi, Syamsu tengah berada di rumah sang istri, sekitar 7 Km dari kediaman orangtuanya. "Saya merasakan guncangan gempa hebat dan berlari keluar rumah," tuturnya. Beruntung, Syamsu, istri, serta anak-anaknya luput dari musibah karena daerahnya tak mengalami kerusakan berarti. Namun hati Syamsu tak tenang. Pasalnya, dari arah perbukitan di lokasi yang dihuni keluarga besarnya di daerah Lubuk Laweh, terdengar bunyi gemuruh. "Bukit di sekitar kampung saya runtuh, tanahnya longsor," jelasnya.
Malam itu juga Syamsu nekat menerobos ke sana demi mengetahui nasib keluarganya. Sayang ia gagal karena beratnya medan yang harus ditempuh. Esoknya, ia kembali lagi. Kali ini, sampai di lokasi, ia pucat pasi. "Dua rumah yang kami tempati habis tak bersisa. Hanya terlihat tumpukan atap saja. Saya menangis sejadi-jadinya," ujarnya tercekat.
Yang membuat Syamsu semakin terpukul, ayah dan 10 saudaranya, semua menjadi korban. "Sampai sekarang saya berharap, mereka selamat. Tapi rasanya mustahil. Jangankan hidup, jenazah mereka pun tak ditemukan," ucapnya saat berbincang khusus dengan tabloidnova.com di Lubuk Laweh.
Syamsu lalu teringat Ricky, adik bungsunya yang berusia 11 tahun. "Biasanya dia selalu menyambut dan memeluk bila saya pulang ke rumah. Saya sering terbayang-bayang dia dan berharap hal itu dapat terjadi lagi. Ricky anak pintar dan selalu juara mengaji. Di rumah, koleksi pialanya sangat banyak," kata Syamsu yang mengaku tak punya firasat apa pun sebelum musibah terjadi. "Dua hari sebelum gempa, saya masih mengunjungi mereka. Kami mengobrol sambil bercanda. Bahkan Ricky sempat memijat punggung saya," kenangnya.
Jika malam tiba, Syamsu memilih beristirahat di sela-sela pohon kayu yang tumbang, tak jauh dari puing-puing rumahnya yang hancur. Ia masih berharap ada keluarganya yang ditemukan. "Kadang saya berharap bertemu mereka lewat mimpi, tapi sampai kini mimpi itu pun belum datang."
Keluarga besar Syamsu tinggal di Lubuk Laweh secara turun-temurun. Rumah yang ditempati mereka terpencil dan diapit perbukitan. Untuk mencapai lokasi, harus berjalan kaki sekitar 5 Km dan menaiki perbukitan yang rawan longsor. "Rumah kami di lereng bukit. Memang sedikit mengkhawatirkan tapi selama puluhan tahun tinggal di sana, aman-aman saja. Paling kadang ada gempa, tapi tak sampai menyebabkan tanah longsor."Uda