Masih kata Imanuel dan Rafael, mereka juga dilarang ibunya bertemu sang ayah. "Jangankan bertemu, menelepon pun tidak boleh. Mengirim SMS saja akibatnya bisa ditampar. Kalau ketemu sang ibu, mereka selalu gemetaran. Untuk melupakan beban berat yang mereka alami, anak-anak sering diajak jalan-jalan ke berbagai tempat."
Masalah mulai muncul, kata Seto, ketika tanpa sepengetahuannya dan Komnas PA, Roostien minta Martina mengirim uang sebagai ganti biaya perawatan, makan, baju, dan jalan-jalan Imanuel dan Rafael selama dititipkan. Roostien juga minta ditransfer Rp 15 juta untuk biaya homeschooling mereka di sekolah milik Seto. "Begitu tahu hal itu, Roostien diminta mengembalikan uang tersebut. Yang Rp 15 juta sudah dikembalikan sebelum anak kembali diserahkan pada ibunya, 5 Maret silam," tutur Seto.
Pelan-pelan, setelah kondisi kedua anak stabil, mereka mulai bersedia bertemu ibunya. Diawasi seorang anggota Komnas PA yang juga pendeta, mereka bahkan mulai mau tidur bersama ibunya, meski di hotel. Akhirnya, 5 Maret, kedua anak diserahkan pada ibunya. "Waktu itu anak-anak bilang, kalau mereka enggak betah tinggal bersama ibunya, minta ikut Komnas PA lagi," tutur Seto.
Belum genap dua minggu tinggal bersama Martina, lanjut Seto, Imanuel dan Rafael sudah mengirim pesan pendek ke ponselnya. Isinya, melaporkan Martina yang mulai sering memukul lagi. "Tanggal 12 Juli, mereka mengirim surat, minta dijemput. Pertengahan Agustus, tiap malam mereka kirim SMS dari ponsel Martina, minta dibebaskan. Mereka mengirim SMS setelah ibunya tidur."
Kedua anak itu diminta bersabar. "Saya jelaskan pula, untuk sementara tinggal bersama ibunya adalah yang terbaik buat mereka. Eh, saya malah dibilang jahat. Kata mereka, 'Sudah tahu aku enggak suka Mama, tetap dipaksa'. Bukannya saya enggak mau menolong mereka, tapi masalahnya, kan, tidak sesederhana itu," papar Seto panjang lebar.Hasuna Daylailatu