Selamat, ya, atas kelahiran Syarif. Bagaimana rasanya saat Syarif lahir?
Atalarik (A): Alhamdullilah, ini anugerah luar biasa. Saya yang biasanya tak tahan lihat darah, tiba-tiba memiliki kekuatan bisa memberi support ke Marwa saat persalinan. Saya tidak pingsan meskipun melihat banyak darah. Saya ikut masuk ke kamar bersalin, pegang tangannya saat dia mengejan, dan jadi "supporter".
Dia wanita hebat yang diberikan Allah kesempatan untuk melahirkan kehidupan baru bagi anaknya. Selain itu, Syarif lahir dengan kulit bersih sampai enggak perlu dimandikan, hanya dilap saja. Susternya juga heran. Mungkin ini karena Marwa tiap hari makan buah pear gold dan kiwi, ya.
Marwa (M): Bersyukur banget bisa melahirkan Syarif dengan normal. Padahal sudah tidak tidur dua hari dua malam, karena sejak Sabtu (23/3) sudah mulai merasa mulas. Sudah ke rumah sakit, eh ternyata masih stagnan di bukaan 1, lalu diperbolehkan pulang. Meski sudah di rumah, tetap enggak bisa istirahat karena sudah kontraksi terus. Minggu (24/3) terasa lagi, kami ke rumah sakit dan bukaan makin meningkat dari 1 ke 4, berhubung terlalu berisiko kalau pulang lagi, malam itu kami mulai menginap di rumah sakit. Benar saja, dari bukaan 4 bertambah dengan cepat hingga ke bukaan 9.
Meskipun menahan sakit yang luar biasa, saya ingin segera melahirkan dengan cepat tapi tetap normal. Makanya walau jauh, tetap jalan kaki dari kamar VVIP ke kamar bersalin. Di kamar bersalin juga saya minta dokternya tetap sabar, menunggu bayinya saja yang keluar sendiri, karena saya tidak ingin banyak jahitan.
Benarkah kelahiran Syarif persis seperti yang pernah dimimpikan Marwa?
A: Iya, mulai dari rencana melahirkan hingga pemberian nama bayi, sudah direncanakan Marwa sejak hamil. Katanya, sih, dia mimpi seolah seperti sedang melakukan perjalanan menuju ke rumah di Bogor, lalu menggendong bayi laki-laki dan ada suara yang memanggil bayi laki-laki itu dengan panggilan "Syarif". Karena itu sejak dua bulan kehamilan dan feeling dia sebagai ibu, sebenarnya sudah merasa bakal melahirkan anak laki-laki. Makanya, kami sama sekali tidak melakukan USG karena memang ingin surprise.
Waktu dokter mau kasih tahu jenis kelaminnya, kami berdua bilang jangan dibocorkan dulu karena kami ingin menikmati surprise itu. Saya juga sering ngidam hal-hal yang mengarah ke bayi laki-laki. Tiba-tiba saya merengek ke Marwa minta dan harus beli selimut warna biru gambar mobil-mobilan dan boneka-boneka bentuk polisi.
M: Jujur saja, sejak hamil saya ingin melahirkan normal pada dini hari atau subuh. Enggak kebayang, kan, kalau melahirkan di siang hari pada saat lalu lintas macet. Karena itu, saya selalu berharap bisa melahirkan saat subuh agar seluruh keluarga bisa berkumpul. Begitu tahu jenis kelaminnya, kami bersyukur bayi yang lahir sesuai "pertanda".
Makanya waktu Abah (Ayah, Red.) saya tanya mau diberi nama siapa, langsung saya jawab, "Syarif". Ternyata, baru terbuka rahasia, selama ini sudah lama Abah ingin memberi nama Syarif ke anak lelakinya. Berhubung kakak pertamaku perempuan, makanya diberi nama Syarifah, ternyata seterusnya anaknya perempuan dan baru kesampaian pada cucu pertamanya. Makanya Abah sayang banget sama Syarif.
Sudah dua bulan setelah Syarif lahir. Mengapa tak banyak berbagi cerita ke publik?
A: Jujur saja, saya menikah tergolong terlambat, di usia 39 tahun baru punya anak. Pastinya saya berbahagia. Tapi ada rasa tak ingin berbagi cerita dulu di awal kelahiran. Saya ingin menikmati waktu selama 3 bulan break syuting untuk bisa mencurahkan kasih sayang terhadap Syarif. Saya tidak ingin kehilangan momen spesial bersama Marwa dan Syarif.
Terlebih lagi Marwa terkena baby blues. Karena payudaranya lecet, dia selalu kesakitan saat memberi ASI. Saya selalu mendampingi dia saat memberi ASI untuk Syarif. Saya yakinkan Marwa, dia bisa melewati masa-masa kesakitan yang berurutan dari proses melahirkan ke menyusui.
M: Iya, setelah melahirkan saya pikir selesai sudah "penderitaan". Ha ha ha. Tapi ternyata payudara saya lecet hingga sakit sekali kalau mau menyusui. Sampai-sampai sempat trauma pas waktunya menyusui. Karena itu saya ingin tenang dan belum mau share ke banyak media dulu.
Saya salut sama beberapa teman artis yang habis melahirkan langsung bisa ceria tidak mengalami gangguan, hingga bisa langsung menerima wawancara. Tapi berkat semangat dan dukungan Arik, saat saya menyusui dia selalu menemani, kadang mengusap-usap punggung saya, jadi saya merasa tenang dan yakin masa-masa kesakitan itu akan berlalu.
Benar juga, dua minggu saya merasa kesakitan tapi selebihnya lancar, saya bisa memberikan ASI eksklusif selama dua bulan. Sekarang karena produksi ASI mulai berkurang dan Syarif masih merasa lapar, sekarang dia kami beri susu formula tambahan, bukan hewani tapi nabati.
Setelah melahirkan, kabarnya menjalani beberapa ritual adat Jawa, ya?
A: Soal itu, memang sejak hamil, mama saya sudah wanti-wanti ke Marwa, nanti melahirkan harus normal, harus minum jamu. Maklumlah Mama, kan, dari Yogyakarta. Masih pakai perawatan ala Jawa.
M: Kebetulan mamaku dan mamanya Arik punya cara pandang yang sama. Jadi begitu melahirkan, saya langsung dibuatkan jamu bersalin untuk diminum pagi dan malam. Selain jamu juga saya minum kunyit asem dan rebusan daun sirih biar rahimnya cepat pulih. Saya juga di-bengkung (mengenakan stagen) oleh mamanya Arik. Katanya, kalau mau perutnya tetap langsing seperti Mama yang punya delapan anak tapi tetap langsing, ya, harus mau menurut pakai stagen.
Apakah menerapkan sikap protektif kepada Syarif?
A: Enggak juga. Saat ini kami berdua ingin menghargai Syarif untuk menikmati masa kecilnya. Yang artis, kan, kami berdua. Syarif belum terlihat keartisannya. Kecuali jika nanti sudah terlihat dia punya bakat atau hobi yang mengarah ke dunia seni saja. Memang ada tawaran untuk Syarif. Tapi saat ini kami masih selektif.
M: Ini bukan protektif tapi lebih ke menjaga. Syarif masih baby. Kami ingin menjaga dia sebaik mungkin. Bayi, kan, rentan terhadap virus atau bakteri. Kami saja, begitu sampai rumah setelah bepergian selalu cuci tangan dan kaki dan ganti baju dulu, baru menggendong Syarif.
Sebelum dan sesudah Syarif lahir, ada perbedaan?
A: Ha ha ha. Kami berdua mungkin sekarang agak menurunkan tone suara kalau sedang ribut beda pendapat. Kami, kalau marah, tidak ada yang mau mengalah. Suara maunya sama-sama keluar dengan nada tinggi. Setelah ada Syarif, kami bisa menahan emosi. Saat marah, suara yang keluar berubah jadi bisik-bisik, tapi tetap dengan ekspresi wajah marah. Ha ha ha. Yang pasti saya merasa ada perubahan pada keimanan kami. Insya Allah jadi lebih kuat Iman, tahu diri sudah menjadi orangtua.
M: Mungkin ini hikmah yang Allah berikan kepada kami. Ya, kami berdua sudah dipercaya dan dititipi amanah untuk mendidik dan membesarkan buah cinta kami. Yang pasti, kehadiran Syarif makin membuat kami dekat dan kompak. Sekarang semua tujuan untuk Syarif.
Omong-omong, bagaimana soal kuliah Marwa?
A: Dia wanita yang punya prinsip dan pendirian. Tanggal 25 Maret melahirkan normal, tanggal 3 April ujian kuliah. Sampai dosennya terkejut. Meskipun punya bayi, Marwa masih tetap menyempatkan waktu untuk belajar. Mungkin karena biasa menghafal skenario yang tebal dalam waktu singkat. Dia cukup cerdas dan cepat menghafal pelajaran.
M: Saya ingin lulus kuliah tepat waktu, empat tahun kuliah dan selesai pada waktunya. Karena itu, setelah satu bulan full bersama Syarif tanpa babysitter, sekarang saya dibantu babysitter karena saya sedang menyusun skripsi. Kalau tidak ada halangan dan sesuai rencana, Insya Allah akhir 2013 saya sudah bisa diwisuda.
Erni Koesworini