Baginya tiap lokasi diving memberinya banyak pilihan sesuai kebutuhan. "Misalnya, di Alor, jarak pandang di kedalaman 40 meter masih jernih. Di Raja Ampat agak keruh karena banyak plankton tapi keanekargaman ikan dan spesies lautnya paling tinggi. Di Pulau Komodo ikannya cuek tidak terganggu dengan keberadaan penyelam. Ada juga di Gorontalo yang ada cerita rakyat tentang kerajaan bawah laut."
Cedera di tulang punggung dan lutut pada 2005, dokter menyarankan kegiatan petulangnya dilakukan di air. "Ternyata pas coba diving, passion-nya disitu. Dapat feel-nya di bawah air sesuai marga lah Djangkaru, jangkar kan artinya underwater ya, tenggelam, hahaha..," kata ibu satu anak ini.
Petualangannya di bawah air ia bagikan pada banyak orang dalam majalah bulanan yang ia miliki, Divemag Indo. Riyanni yang juga aktif menjadi moderator dan MC dalam workshop tentang travelling, alam, dan laut juga ingin memberi edukasi pada konsumen akan pentingnya pelestarian ekosistem laut. Terutama perburuan ikan hiu dan lumba-lumba. "Hiu dijual mahal siripnya, lumba-lumba untuk sirkus keliling. Saya ingin konsumen sadar sehingga permintaan turun dan perburuan atau ekspoloitasi mereka menyusut."
Riyanni juga mengenalkan alam pada buah hatinya, Brahman Ahmad Syailendra (6,5). Bahkan, dari sejak usia empat bulan ia dikenalkan pada laut di perairan Bunaken, Manado. "Kalau abang (sebutan bagi Brahman) kerjakan pe-er dengan baik, bisa ceritakan kembali apa yang dipelajari, ada point reward. Nah, nanti point-nya diambil tiap akhir bulan atau akhir semester bisa pergi nge-trip bareng aku." Apakah abang berminat mengikuti jejaknya? "Sementara ini sih, dia maunya jadi pemain bola.. Apapun kegiatan dia semaksimal mungkin saya temani, terutama di waktu weekend."
Ade Ryani