Diet Televisi untuk Anak, Perlukah?

By nova.id, Selasa, 8 September 2015 | 04:23 WIB
Diet Televisi (Foto: Getty Images) (nova.id)

alam kehidupan sehari-hari, sepertinya kita tak bisa terlepas dari televisi, termasuk anak-anak. Si kotak ajaib ini menyajikan beragam acara yang menarik, lucu, menyenangkan, sampai menyeramkan.

Mutiara Nathania, M.Psi., psikolog anak di Lifespring Counseling Center & Care mengatakan ketika zaman tayangan Keluarga Cemara atau Sesame Street, orangtua lebih membebaskan anak-anak untuk menonton teve hingga berjam-jam lamanya.

“Akan tetapi, pada masa kini, ketika akses ratusan saluran teve dari TV kabel semakin dekat dengan keluarga, makin banyak pula orangtua yang mengkhawatirkan dampaknya. Pasalnya, banyak tayangan yang mengandung konten kekerasan dan seksual belakangan menjadi sulit dipisahkan. Hal ini tentu tidak sehat jika ditonton anak,” urainya.

Salah satu riset menunjukkan, anak kecil yang menonton tayangan berbau kekerasan, akhirnya cenderung lebih menerima kekerasan sebagai cara untuk mengatasi masalah atau kesulitan dalam hidupnya bahkan mengimitasi kekerasan yang mereka lihat. Anak bisa jadi cenderung lebih berani melakukan tindakan berbahaya karena melihat karakter superhero di teve, seperti berkelahi, memakai senjata tajam, dan sebagainya. Anak juga melihat tayangan merokok dan minum alkohol.

Selain itu, sambung Mutiara, riset juga menemukan bahwa anak yang menonton teve lebih dari empat jam sehari memiliki kecenderungan untuk mengalami obesitas karena duduk terus-terusan di depan teve, jarang bergerak, dan lebih banyak makan camilan yang belum tentu sehat. “Riset lain menemukan bahwa anak yang menonton teve lebih dari dua jam sehari cenderung kesulitan membangun interaksi sosial dan lebih sulit terlibat dalam kegiatan di sekolah. Pasalnya, waktu berharga anak untuk bermain di luar menjadi berkurang.”

Memang tayangan teve tidak selalu membawa dampak negatif. Ibarat jendela dunia, teve dapat menayangkan berbagai hal yang tidak dapat kita alami dengan mata kepala sendiri. Tayangan edukatif yang penuh informasi dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan buah hati. Teve juga memberikan hiburan dan mengajarkan keterampilan tertentu yang mungkin jarang didapatkan anak di kehidupan sehari-hari.

“Riset menunjukkan, anak usia prasekolah yang menonton tayangan edukatif seperti Sesame Street menunjukkan nilai yang lebih baik saat masuk ke sekolah dasar. Dengan syarat, anak sebaiknya sudah berusia lebih dari tiga tahun saat ia mulai menonton teve. Lalu, orangtua sangat disarankan mendampingi atau mengawasi anak saat menonton,” jelas Mutiara.

Akan tetapi sekali lagi, ingat Mutiara, tontonan yang baik dan sehat bagi anak tentu tidak terlepas dari pendampingan orangtua. Saat mendampingi, orangtua sebaiknya turut mengajak anak berinteraksi sehingga kegiatan menonton tidak selalu pasif.

“Orangtua dapat mendiskusikan isi tontonan, bertanya kepada anak berbagai informasi yang sedang dipaparkan di teve. Atau, jika anak sudah cukup umur orangtua bisa bertanya bagaimana aplikasi dari tontontan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.”

Bagaimana dengan anak yang masih kecil? Bayi misalnya, sebaiknya tidak diberikan porsi untuk menonton teve. Walaupun bayi mungkin tertarik pada warna atau suara yang muncul dari teve, tapi otaknya sebenarnya belum siap untuk menerima dan mengolah informasi-informasi dari teve.

“Ketika lahir, otak bayi sudah memiliki berjuta-juta sel neuron. Namun, koneksi antarsel neuron masih dalam proses pembentukan. Apalagi pada proses berpikir tingkat tinggi seperti memori atau pemikiran abstrak. Sehingga, ketika diberikan tayangan teve pun, bayi belum memiliki kemampuan untuk mengingat atau memindahkan potongan gambar yang ia lihat menjadi sebuah kesatuan yang utuh,” papar Mutiara.

Jadi, ketimbang membiarkan bayi berusia 0-1 tahun menonton teve, ia jauh lebih membutuhkan kehangatan dan kelekatan dengan orangtua. Hal itu dapat diperoleh melalui sentuhan fisik, respons ibu yang tanggap dan sensitif, serta interaksi dengan orangtuanya.

Selanjutnya, pada usia 1-3 tahun (batita), kemampuan kognitif anak mulai berkembang sehingga ia mungkin sudah mampu mengenali orang-orang atau objek di teve. Namun, sanggah Mutiara, tetap saja batita belum mampu menangkap hubungan antara objek-objek yang ada di teve.

“Alhasil, batita belum mengerti cerita atau inti dari tontonan. Sehingga, batita sebaiknya tidak mendapatkan porsi teve yang banyak karena memang belum ada manfaatnya. Banyak peneliti setuju bahwa pembelajaran atau edukasi melalui televisi sebaiknya tidak diberikan pada usia batita. Sebaliknya, bayi atau batita yang diberikan tayangan teve justru berdampak lebih negatif, seperti berisiko mengalami keterlambatan bicara, ketidaksiapan saat memasuki TK, gangguan atensi, kesulitan membangun hubungan sosial dan masalah dalam akademis.”

Pada tahap berikutnya, di usia prasekolah (4-6 tahun), anak sudah lebih mampu menghubungkan objek-objek yang ada di dalam tayangan teve. Ia mulai bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, teve dapat membantu anak usia TK untuk belajar mengenal huruf, angka, warna, lagu dan berbagai hal.

Selanjutnya, anak usia Sekolah Dasar dan remaja juga dapat mempelajari kehidupan di alam liar melalui acara petualangan atau mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu seperti membuat prakarya atau memasak. Remaja juga dapat mengikuti perkembangan peristiwa melalui tayangan berita. Jadi tidak diragukan lagi, teve dapat menjadi sarana belajar dan juga hiburan untuk berbagai usia, apabila diberikan secara tak berlebihan.

Hilman Hilmansyah