“Seketika itu lokasi kejadian diamankan petugas keamanan. Bapak sendiri tidak berhasil menemukan ibu, tetapi beliau punya keyakinan ibu jadi korban, soalnya posisi duduk ibu yang tengah mengaji itu persis di tempat crane roboh. Andaikata bapak jalannya lebih cepat mendekat ibu, bisa jadi beliau juga akan jadi korban,” cerita Junaidah seperti cerita Abdullah. Beberapa hari kemudian, pemerintah Arab Saudi memberi kesempatan Abdullah untuk melihat jenazah Rukayah sebelum disalatkan bersama-sama.
Sangat Sabar
Junaidah mengaku sangat bangga pada sosok sang ibu. “Selain sabar, perhatian pada anak, beliau juga punya kepedulian tinggi pada sesama. Terutama kalau ada kegiatan keagamaan, ibu tidak pernah hitung-hitungan. Pasti ditomboki dulu kalau kurang. Karena itu ibu ditunjuk menjadi ketua di berbagai lembaga sosial,” kata Junaidah.
Demikian pula dalam hal mendidik anak, baik anak kandung maupun anak didik di sekolah, Rukayah dikenal sangat sabar. “Jangankan memukul, berbicara memojokkan, merendahkan saja tidak pernah. Membuka kenakalan anak didiknya di depan guru lain saja tidak mau. Bagi ibu, kalau memang ada murid nakal itu menjadi kewajibannya untuk membimbing,” cerita Junaidah yang sempat satu kampus dengan sang ibu saat kuliah S-2 di Malang. “Ibu itu gemar belajar, bahkan baru saja mendaftar kuliah S-3 di Malang juga,” sambung Junaidah.
Meski sejak tiga tahun belakangan dirinya berjauhan dengan ibunya, toh itu tidak mengurangi kedekatan hubungan batinnya. Hampir setiap hari, dia berusaha berkomunikasi. “Apalagi ibu sangat sayang kepada anak saya. Maklum, anak saya itu cucu pertama,” tambah wanita berkulit putih tersebut.
Saat ini yang bisa dilakukan Junaidah hanyalah tak berhenti memberi motivasi kepada sang ayah di Mekkah agar tetap tabah. “Semoga bapak bisa melaksanakan ibadah haji sampai tuntas dengan penuh kekhusyukan dan keikhlasan,” ujar Junaidah.
Gandhi Wasono M.