Anak Usia Pra-Remaja Sering Bertengkar di Sekolah? Ini Tipsnya!

By , Kamis, 3 Desember 2015 | 04:15 WIB
Langkah tangani perkara teman sebaya. (Nova)

sia praremaja merupakan tahap awal dari perkembangan menuju usia remaja. Pada usia ini, anak akan mengalami masa transisi antara masa kanak-kanak ke remaja (adolescence). Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap usia sekolah, karena anak banyak menghabiskan waktu sehari-hari di sekolah.

Tahap ini biasanya ditandai dengan kebutuhan anak untuk menjalin hubungan dengan teman yang mempunyai jenis kelamin sama, kebutuhan untuk mempunyai sahabat yang dapat dipercaya, serta mempunyai kebutuhan untuk membangun hubungan dengan teman sebaya yang memiliki kesamaan dengannya.

Menurut Regina Naisa Pohan, M.Psi., Psikolog., pada usia ini anak mulai mengalami peningkatan dalam kemandirian serta fleksibilitas untuk dapat bekerja sama yang saling menghargai dan menguntungkan. “Anak mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman sebayanya serta mulai melakukan hal-hal kecil secara mandiri, misalnya membuat minuman/makanan sendiri.”

Mereka juga mulai lebih realistis, seimbang, serta lebih mampu mengekspresikan diri secara sadar. “Anak mulai membentuk, mengikuti atau mencoba masuk ke kelompok tertentu yang mewakili dirinya pada saat itu. Mereka pun mulai memiliki penyanyi favorit atau kegiatan tertentu misalnya bernyanyi, olahraga, atau menari. Pun mereka mulai memusatkan perhatian pada diri sendiri, khususnya mulai memperhatikan diri mereka secara fisik.”

Baca: Tips Mendampingi Anak Usia Pra-Remaja di Masa Pubertas

Seiring perkembangannya, anak usia ini akan lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersama teman-temannya. Kemampuan sosialisasinya akan membentuk dan mengajari mereka bertingkah laku di dalam lingkungan. Mereka akan mempelajari keterampilan dalam berbicara, bergaul, berpenampilan dan sebagainya. Keterampilan yang dipelajari ini sudah pasti berbeda dengan keterampilan yang didapatkan di rumah.

Anak di usia praremaja mulai membandingkan dan menilai apakah perilaku mereka yang selama ini diperoleh dari didikan di rumah sudah sesuai dengan perilaku yang ada di luar rumah. Anak mulai menentukan kesesuaian diri mereka dan mencoba untuk beradaptasi dengan nilai-nilai yang ada dalam lingkungan teman sebaya. Pada saat inilah peran teman sebaya sangat penting.

Baca: Orangtua, Kenali 5 Ciri Anak Pra-Remaja Mulai Jatuh Cinta

“Namun ingat, teman sebaya dapat memberikan manfaat yang positif maupun negatif. Hal ini bergantung pada proses penerimaan anak dalam menghadapi perbedaan. Sebaiknya ia sudah memiliki nilai-nilai dasar yang kuat untuk membentengi diri dari pengaruh negatif.” ujarnya soal anak usia pra-remaja mudah bertengkar atau berselisih.

Beberapa manfaat yang didapat dengan adanya teman sebaya adalah proses pembelajaran sosial, kejujuran, keadilan, kerja sama, serta tanggung jawab. Selain itu ia jadi mengetahui bahwa ada peran-peran sosial yang berbeda dengan yang selama ini diketahui, seperti menjadi pemimpin, anak buah, sahabat dan lain sebagainya.

Baca: Tak Perlu Mengomel Bila Anak Bertengkar

Anak praremaja juga suka membentuk kelompok yang beranggotakan anak yang populer. Mereka mulai saling memilih teman yang sesuai dengan nilai kelompok mereka. Pemilihan ini memberi peluang kepada anak untuk menjadi yang populer atau tidak.

“Pada umumnya, anak akan memilih teman sebaya untuk mendapatkan sahabat yang bisa dipercaya, teman yang bisa diajak untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas maupun untuk berbagi cerita dan saling membantu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.” tambah Regina soal anak usia pra-remaja cenderung bertengkar.

Nah, anak yang populer biasanya dipilih menjadi anggota kelompok karena mereka cenderung tidak memiliki masalah dalam proses sosialisasi serta mampu berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Sedangkan, anak yang tidak populer cenderung mengalami masalah atau tekanan dalam perkembangan sosialisasinya. Mereka tidak disukai oleh teman-temannya karena beberapa hal, seperti cenderung bersifat mengganggu, egois, dan kurangnya sifat positif.

Baca: Jika Anak Bertengkar, Peluk Mereka!

Di usia ini, anak ditantang untuk dapat mengembangkan dirinya sesuai dengan harapan dari lingkungan. Masalah yang timbul di usia praremaja biasanya disebabkan konsep diri yang kurang baik serta self esteem yang rendah. “Anak dengan konsep diri yang baik serta mempunyai kepercayaan diri yang tinggi akan mampu mempelajari keahlian-keahlian baru serta mengikuti atau bergabung dengan kegiatan-kegiatan yang berarti. Mereka juga mampu untuk menghadapi risiko yang terjadi atas pilihan yang dibuat.”

Sebaliknya, sambung Regina, anak yang konsep dirinya kurang baik dan memiliki self esteem yang rendah akan merasa rendah diri, tidak produktif, takut untuk mencoba hal baru maupun menjalin hubungan dengan teman baru, serta mudah menyerah.

Anak seperti itu akan mengalami masalah dalam menjalin hubungan sosial dengan teman sebayanya. Penyesuaian sosial yang kurang adekuat menyebabkan kebutuhan sosial anak tidak terpenuhi. “Alhasil, mereka bisa mengalami frustrasi maupun cenderung melakukan perilaku yang menyimpang seperti bullying, baik sebagai pelaku ataupun korban.”

Anak praremaja yang mengalami masalah pertemanan biasanya menunjukan ciri menonjol seperti sikap menantang dan keras kepala. Keadaan ini disebabkan ketidakpuasan anak dengan otoritas lingkungan sehingga menimbulkan gejolak emosi yang meledak-ledak berupa marah, menentang, atau memberontak.

Adapun jenis gangguan perkembangan sosial dan emosional anak praremaja ini dapat dikelompokkan menjadi: tunalaras (agresivitas, mencuri, berbohong), kecemasan (fobia), menarik diri (withdrawal), temper tantrum, hipersensitivitas dan bahkan bunuh diri.

Permasalahan dengan teman sebaya bila tidak ditangani dengan baik akan berdampak pada perkembangan sosial anak di kemudian hari. “Anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri, terlebih yang mengalami penolakan dari teman sebaya akan merasa kesepian, tidak bahagia dan tidak aman. Anak cenderung mengalami masalah dalam tahap perkembangan selanjutnya seperti prestasi belajar yang rendah, putus sekolah, dan masalah-masalah sekolah lainnya.”

Hilman Hilmansyah/TabloidNova