Kisah Para Relawan Asap, “Ini Mirip neraka Kecil…”

By nova.id, Sabtu, 7 November 2015 | 06:23 WIB
Dibalik musibah asap, lahir pahlawan-pahlawan kemanusiaan. Mereka tanpa pamrih membantu para koreban, terutama ibu hamil, manula, dan anak-anak. (nova.id)

engan sekuat tenaga, mereka menembus pekatnya asap demi membantu masyarakat yang terkena bencana asap hasil kebakaran hutan dan lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. Beragam yang mereka lakukan. Salah satunya adalah Kanaya Tabitha, yang bersama ratusan relawan dari Rumah Pandai (RP) berjibaku membagikan masker, oksigen kaleng, susu dan juga obat-obatan ke masyarakat di pelosok kampung di Palangkaraya yang keadaannya gelap karena asap.

“Kalau bukan kita semua yang membantu, lalu siapa lagi? Saya mengibaratkan saudara-saudara kita ini sudah seperti di neraka kecil. Keadaan mereka sangat menyedihkan,” kata Kanaya ketika diwawancara NOVA, Rabu (28/10), sepulang dari lokasi bencana di Palangkaraya.

Sejak awal tahun 2014, Kanaya mendirikan lembaga sosial RP. Mereka berkiprah membantu masyarakat di kawasan pelosok dan masyarakat marginal. Sejak berdiri, RP sudah memberikan bantuan bagi masyarakat korban gunung Sinabung, pengungsi prointegrasi di Tuapukan, Kupang (NTT), korban Gunung Kelud, dan masih banyak lagi. Selain membantu di saat sulit, RP juga secara berkelanjutan membantu memberdayakan para korban agar lebih berdaya secara ekonomi.

“Kalau soal asap ini, sebenarnya RP tidak hanya tahun ini saja, tetapi tahun lalu juga melakukan hal serupa. Hanya saja saat ini kondisinya yang terparah dibandingkan sebelumnya. Kalau dulu, asap itu hanya terhitung mingguan, tetapi kalau sekarang sudah dua bulan lebih. Itupun belum ada tanda-tanda mau berakhir,” kata ibu seorang anak tersebut dengan nada prihatin.

Kanaya, yang juga seorang desainer kenamaan, menjelaskan bahwa RP mulai masuk membantu korban asap sejak tiga minggu lalu. Kawasan-kawasan terpencil di wilayah Sumatera Selatan mulai dari Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), kemudian melompat ke Muara Bungo (Jambi) dan beberapa daerah di Riau. Setelah itu, mereka “boyongan” ke Kalimantan, membantu masyarakat di kota Palangkaraya dan sekitarnya.

Bersama ratusan relawan di berbagai daerah tersebut, Kanaya langsung memberikan bantuan masker antiasap jenis N-95, oksigen kaleng, obat-obatan meliputi obat mata, juga susu bantal. “Jenis barang-barang tersebut adalah yang sangat mereka butuhkan,” paparnya.

Bagi Kanaya, yang agak menjadi persoalan adalah soal oksigen kaleng. Berbeda dengan barang-barang bantuan lain yang bisa dibawa melalui ekspedisi udara, oksigen kaleng terpaksa harus dibawa melalui jalan darat mengingat tidak boleh dibawa ke dalam pesawat karena bisa membahayakan penerbangan.

“Jadi terpaksa oksigen kita harus beli dalam jumlah besar di Jakarta kemudian dibawa menggunakan truk boks ke lokasi bencana. Itulah yang membuat waktunya jadi lama soalnya harus melewati laut kemudian dilanjutkan jalan darat menuju lokasi sasaran,” papar Kanaya yang sudah membagi ribuan masker, oksigen kaleng, obat, serta susu.

Untuk distribusi masker, relawan RP tak hanya sekadar membagi, tetapi juga harus mengajarkan cara memakai dengan penuh kesabaran. Sebab, orang yang tidak terbiasa mengenakan masker pasti merasa tidak nyaman saat menggunakannya. Selain agak panas, bagian filternya juga harus sesering mungkin diberi air untuk menyaring udara yang dihirup supaya bersih. “Memang jadi tidak nyaman tetapi mereka, terutama anak-anak, harus telaten diajari sekaligus dikasih tahu dampak kalau tak menggunakan masker tersebut,” papar Kanaya.

Yang menjadi sasaran utama lanjut Kanaya adalah masyarakat di kawasan pelosok daerah di sekitar lokasi hot spot. “Di sana pasti ketebalan asapnya sudah ratusan kali lipat di ambang batas normal. Selain itu, di kawasan tersebut masyarakatnya kurang mendapat perhatian pemerintah. Di kawasan itu kami justru masuk membagi-bagi masker dan obat-oabatan. Kalau yang di jantung kota tidak ada masalah karena sarana masker dan sebagainya mudah didapat,” papar Kanaya menggebu-ngebu.

RP juga memiliki tenaga relawan dokter dan perawat sehingga ketika masuk ke perkampungan sekaligus mengajari warga untuk mengenali tanda-tanda jika terjadi keracunan akibat asap. Mereka diberitahu bahwa jika kulit terdapat bintik-bintik merah serta mulai gatal, seketika itu juga harus segera dibawa ke Puskesmas atau shelter RP yang ada di beberapa tempat.

Di saat menghadapi keadaan darurat tersebut, lanjut Kanaya, timnya juga mengajarkan cara memakai oksigen kaleng sebagai tindakan darurat. “Semua itu menjadi tugas relawan kami di daerah-daerah,” imbuh Kanaya. Sampai saat ini, RP terus membuka diri menerima anggota baru yang akan dididik menjadi humanitarian profesional.

Karena lokasi masyarakat berada di pelosok dan dirinya kadang tak bisa menjangkau sampai ke dalam, biasanya Kanaya dan tim memanfaatkan jamaah masjid dan gereja untuk mendeteksi apakah ada warga yang mengalami sakit ISPA. “Kedekatan sosial masyarakat daerah itu kan tinggi, jadi jamaah masjid dan gereja biasanya tahu mana saja warga yang terkena ISPA. Kalau ada, kami bagikan masker, oksigen dan obat-obatan sejumlah yang mereka butuhkan,” papar Kanaya yang mengutamakan anak balita, manula serta ibu hamil.

Kanaya juga sangat kagum pada anggota TNI yang diperbantukan ke pedalaman. Mereka dengan berani menembus pekatnya asap untuk membuat gorong-gorong serta menyiram titik api. Bahkan kadang mereka berjibaku siang dan malam tanpa memakai masker pelindung. “Jadi kalau ada anggota TNI yang tanpa masker, kami datangi, kami bagikan masker kepadanya,” paparnya. Kanaya tak bisa membayangkan, apa jadinya jika anak-anak balita harus menghirup udara yang kotor dalam jangka waktu lama seperti ini.

Selain di Kalimantan, Sumatera juga menjadi salah satu daerah yang paling parah terpapar bencana asap. Darurat asap yang juga melanda di kota Palembang membuat salah satu komunitas tergerak untuk melawan asap dengan menggelar aksi sosial. Salah satunya adalah Komunitas Sedekah Oksigen yang membagikan 3.500 tabung oksigen beserta masker dan vitamin C kepada warga yang terkena imbas asap.

Neny Wispah, koordinator Komunitas Sedekah Oksigen Palembang menceritakan awal gerakan yang mereka lakukan sebenarnya adalah Komunitas Sedekah Nasi yang baru berdiri September 2015 lalu dan berpusat di Jakarta. “Inisiatif teman-teman pusat yang meminta agar sedekah yang diberikan adalah tabung oksigen, masker dan vitamin C untuk membantu warga yang tengah kesulitan menghadapi darurat asap,” katanya saat dihubungi Tabloid NOVA.

Tak tanggung-tanggung, sejumlah 3.500 tabung oksigen pun terkumpul dan didistribusikan ke beberapa kota, antara lain Palembang, Pekanbaru, Jambi dan Palangkaraya. “Alhamdulillah gerakan ini ternyata direspons sangat baik. Untuk Palembang sendiri sudah dua kali pengiriman, yang pertama 600 tabung oksigen kami sebar ke beberapa lokasi seperti Posyandu, pesantren, teman-teman tidak mampu dan ke beberapa daerah pelosok dan terpencil di wilayah Palembang,” jelas ibu lima anak ini.

Melihat respons yang baik dan sumbangan yang terus berdatangan, Neny pun mengucapkan syukur. Saat dihubungi, Neny baru saja menerima bantuan 984 tabung oksigen. “Untuk membagikan tabung oksigen, kami mapping terlebih dahulu dan memproritaskan mereka yang membutuhkan. Misalnya warga desa Pemulutan, sekitar 30 km dari pusat kota. Belum lagi akses dan medan yang cukup berat. Tetapi, alhamdulillah bisa berjalan lancar,”sahutnya.

Istri dari Sugeng Widodo ini juga menyebutkan bahwa walaupun gerakannya baru berjalan bulan Oktober ini, Komunitas Sedekah Oksigen mendapatkan perhatian dari relawan yang tertarik untuk bergabung dan membantu. “Anggota masih sedikit, kurang dari sepuluh orang, tetapi ada saja relawan yang kemudian ingin membantu saat ada pembagian. Saya dan teman-teman biasanya juga selalu membawa tabung di dalam mobil. Jadi ketika misalnya tengah ke pasar atau ke pesantren dan melihat warga yang membutuhkan, langsung kami beri sekaligus ajari cara penggunaannya,”jelas Neny.

Neny semakin termotivasi untuk terus bergerak saat melihat antusias warga yang senang mendapat perhatian. “Ya, bantuan ini sangat membantu sekali, apalagi asap lebih terasa di malam hari dan bahaya ISPA yang terus mengancam. Semoga ini juga menjadi dorongan untuk teman-teman lain agar bisa bergerak untuk membantu warga,” harapnya.

Komunitas Sedekah Oksigen juga membuka kesempatan bagi bantuan tabung oksigen. “Dengan tangan terbuka kami menerima bantuan tabung oksigen ataupun sumbangan dana yang bisa dibelikan tabung oksigen bagi warga yang membutuhkan,” jelasnya. “Donasi bisa ditujukan ke pengurus pusat di Jakarta atau bisa juga langsung dengan saya.”

Informasi lebih lanjut bisa melalui media sosial seperti Twitter dengan tagar #sedekahoksigen atau via chat messenger Whatsapps. “Semoga apa yang sudah kami lakukan dapat mengurangi beban yang dialami warga yang terkena dampak asap yang tak berkesudahan ini,” doanya.

Gandhi Wasono M., Swita Amallia