Cuaca Bukan Penyebab Jatuhnya AirAsia QZ8501

By nova.id, Rabu, 2 Desember 2015 | 07:07 WIB
AirAsia QZ8501. (nova.id)

Tabloidnova.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menjelaskan hasil investigasi terhadap kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya ke Singapura.

Faktor cuaca dipastikan bukan menjadi penyebab jatuhnya pesawat yang membawa 162 orang itu‎ mengalami celaka di perairan Selat Karimata pada Minggu 28 Desember 2014 pagi tersebut.

"Hal-hal seperti perizinan rute penerbangan dianggap tidak terkait pada kecelakaan ini. KNKT juga tidak menemukan tanda-tanda atau pengaruh cuaca yang menyebabkan kecelakaan ini," kata investigator KNKT, Nurcahyo Utomo kepada wartawan di kantor KNKT, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).

Dirinya menjelaskan, pesawat yang take off dari Bandara Juanda pukul 05.35 WIB sudah beberapa kali mengalami gangguan setelah terbang sekitar 30 menit.

Simpulannya, kata Cahyo, ada sejumlah faktor yang berkontribusi pada kecelakaan pesawat nahas itu. Pertama, retakan solder pada electronic module di Rudder Travel Limiter Unit (RTLU) menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang bekelanjutan dan berulang.

Baca juga: Sebelum Jatuh, Sistem Komputer AirAsia QZ8501 Dimatikan Pilot?

Kedua, sistem perawatan pesawat dan analisis di perusahaan yang belum optimal mengakibatkan tidak terselesaikannya masalah berulang. Karena kejadian ‎yang sama terjadi sebanyak 4 kali dalam penerbangan.

Ketiga, awak pesawat melaksanakan prosedur sesuai lectronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM) pada tiga gangguan awal. Namun setelah gangguan keempat, Flight Data Recorder (FDR) mencatat indikasi yang berbeda. Indikasi ini serupa dengan kondisi dimana Circuit Breaker (CB) direset sehingga berakibat terjadinya pemutusan arus listrik pada Flight Augmentation Computer (FAC).

Keempat, terputusnya arus listrik FAC menyebabkan auto-pilot disengage, flight control logic beruba dari normal law ke alternate law, dan rudder bergerak 2 derajat ke kiri. Kondisi ini mengakibatkan pesawat berguling mencapai sudut 54 derajat.

Terakhir, pengendalian pesawat selanjutnya secara manual pada alternate law telah menempatkan pesawat dalam kondisi 'upset' dan 'stall' secara berkepanjangan sehingga berada di luar batas-batas penerbangan yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat.

Wahyu Aji / Tribun