Tabloidnova.com - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) patut berbangga hati setelah seorang anggota Polri mendapat gelar Doktor Forensik pertama di Indonesia.
Bahkan di Asia, anggota Polri yang bergelar Doktor Forensik itu disandang satu satunya oleh AKBP Dr. Sumy Hastry Purwanti, dr, DFM. Sp.F, Kasubbid Dokpol Bid Dokkes Polda Jateng.
Gelar Doktor Forensik ini diraih wanita kelahiran Jakarta, 23 Agustus 1970 silam ini setelah menyelesaikan desertasi berjudul Variasi Genetika Pada Populasi Batak, Jawa, Dayak, Toraja dan Trunyan Dengan Pemeriksaan D-Loop Mitokondria DNA Untuk Kepentingan Identifikasi Forensik di Universitas Airlangga, Surabaya.
Tambah membanggakan lantaran Hastry, sapaan akrabnya, juga menyelesaikan program Doktornya berstatus cumlaude dengan pujian.
"Total saya selesaikan selama tiga tahun 10 bulan. Penelitiannya saya selesaikan satu tahun," kata Hastry kepada Tribun Jateng, Senin (14/3/2016).
Hastry mengatakan, dia ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa tulang manusia pun masih bisa diselidiki dan menentukan identitas tulang tersebut.
"Total sampel ada 70, namun yang berhasil diperiksa 50. Rata rata sampel yang saya ambil sudah meninggal selama 50 tahun," katanya.
Bukan perkara mudah bagi Hastry untuk mengumpulkan sampel tulang kerangka manusia yang akan diteliti.
Dari semua sampel yang berhasil dikumpulkan, perjuangan berat harus dilewatinya. Terlebih, sampel yang akan diteliti harus betul betul keturunan asli dari Jawa, Dayak, Batak, Toraja dan Trunyan (Bali) tanpa ada campuran DNA dari populasi lain.
"Saya harus berhadapan dengan adat istiadat, terlebih bagi keluarga sampel yang akan diteliti awalnya menolak. Karena bagi mereka itu hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya," katanya.
Hastry menceritakan, untuk bisa mengambil sampel kerangka manusia Batak, dia harus membongkar tugu dimana kerangka manusia itu dikuburkan.
Untuk mengambil kerangka manusia Batak, Hastry harus meminta izin agar tugu yang dijadikan kuburan kerangka itu bisa dibongkar. Selain itu, ada prosesi upacara dan tari tarian yang harus dilakukan agar masyarakat mengizinkan Hastry meneliti kerangka Batak.
"Ada upacara, nyanyi nyanyi dan tarian ritual. Mereka bingun harus berdoa seperti apa karena selama ini belum pernah ada ritual seperti itu," katanya.
Muh Radlis / Tribun Jateng