Fenomena yang terlampau berkembang di masyarakat ialah pemikiran bahwa minat dan bakat anak sudah terlihat sejak ia masih kecil. Bila anak suka olahraga, orangtua lantas menyebut anak adalah calon atlet. Begitu pun bila anak terlihat suka difoto dan menyanyi, maka anak dinilai sangat berminat menjadi artis atau penyanyi.
Namun, anggapan tersebut ternyata keliru adanya. Sebab, seperti yang diungkapkan oleh Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi, Psikolog Anak Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI), bahwa sebelum anak menginjak usia pubertas, amatlah penting untuk membuka kesempatan seluas-luasnya bagi anak untuk mengenali berbagai bidang.
Dengan kata lain, orangtua jangan terburu-buru untuk memastikan bahwa anak berbakat di satu bidang hanya karena ‘terlihat’ menyukainya. Pasalnya, penting untuk disadari, orangtua harus sadar bahwa minat dan bakat anak di usia dini cenderung berubah. Makanya, butuh strategi agar orangtua tidak salah menilai bakat dan minat anak dengan terburu-buru.
Baca: Ahli Parenting: "Anak Mogok Sekolah? Tidak Masalah!"
Lebih lanjut, salah mengenali minat dan bakat anak dapat menghambat proses aktualisasi dirinya. Sehingga kita perlu jeli dan cermat untuk mengarahkan anak sesuai bakat serta minatnya.
Sayangnya, anak kecil belum mampu untuk mengenali dirinya sendiri. Di sinilah dibutuhkan peran bijaksana orang tua untuk menolong anak mengenali potensi terpendam yang ada pada dirinya. Agar dalam proses hidupnya, anak dapat bertumbuh dan berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Kekeliruan terbesar orang tua dalam menanggapi minat dan bakat anak adalah menganggap bahwa intelligence quotient (IQ) adalah hal paling utama. Padahal IQ bukanlah satu-satunya penentu masa depan dan kehidupan anak. Walaupun penting, anak tak boleh dipaksa untuk jadi yang pertama soal pengetahuan. Tidak semua anak berbakat dalam kecerdasan intelektual. Izinkanlah ia untuk mengenal berbagai bidang lain di luar kemampuan akademis.
Baca: Perlukah Tes Bakat Sebelum Anak Masuk SD?
“Sejak anak sudah mampu berinteraksi, orang tua dapat memberikan beragam stimulasi untuk melihat kecenderungan bakat anak tersebut. Misalnya dengan memberikan alat gambar, memperkenalkan musik, bernyanyi, berbicara, dan sebagainya. Contohnya, untuk menstimulasi bakat anak dalam bidang musik, perkenalkan dan ajari dia mengenai musik,” ujar Vera.
Proses penggalian potensi anak tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu yang pendek. Prosesnya panjang. Yang paling penting diingat adalah, orang tua harus aktif untuk memperkenalkan beragam bidang tadi pada anak sejak dini. Setelah itu, baru lakukan proses observasi, yaitu memperhatikan kecenderungan minat anak dari semua paparan pilihan yang sudah diberikan tadi.
Baca: Temukan Bakat Anak Lewat Aplikasi
Proses observasi ini, kata Vera, juga membutuhkan proses pengujian dari beberapa indikator. Pertama, aktivitas spesifik mana yang anak sangat menikmati untuk melakukannya. Walaupun anak sedang capek, tapi untuk aktivitas itu ia tetap melakukannya dengan semangat.
Kedua, anak menunjukan minat dan bakatnya terhadap suatu bidang, jika ia tidak pernah merasa bosan untuk membicarakan aktivitas tersebut. Ketiga, anak terlihat lebih menonjol saat diajari dalam satu bidang ketimbang bidang lain. “Misalnya ada anak saat diajari soal matematika mungkin ia amat payah, tapi ketika diajari soal bahasa atau linguistik, ia cepat menangkap dan paham.” kata Vera mencontohkan.
Keempat, anak akan berprestasi dalam bidang tersebut melebihi rata-rata anak lainnya. Jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya, ia memiliki prestasi yang menonjol pada satu bidang tertentu itu. Misalnya ia berbakat dalam menggambar, ia akan menghasilkan gambar yang lebih bagus dan lebih detail dari gambar anak-anak biasanya.
Tika Anggreni Purba/intisari-online.com