Mengenal Wayang Sasak Karya Amaq Darwilis yang Dikenal di Mancanegara

By nova.id, Kamis, 2 Juni 2016 | 08:01 WIB
Amaq Darwilis menunjukan wayang kulit hasil karyanya (nova.id)

Tabloidnova.com - Wayang Sasak merupakan satu dari beragam kesenian tradisional yang ada di Lombok. Selain dinikmati sebagai seni pertunjukan, wayang kulit kini banyak dilirik penikmat seni dari luar negeri.

Seperti wayang Sasak karya Amaq Darwilis asal Dusun Gunung Malang, Desa Taman Ayu Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Wayang hasil karyanya sudah sampai hingga Jerman, Jepang dan Amerika Serikat.

Saat ini, Darwilis juga tengah membuat satu set wayang untuk Museum Nasional Indonesia. "Kalau orang luar pesan, mereka lebih suka tokoh-tokoh wayang kiri," kata Amaq dalam silaturahim dengan rombongan Sekolah Pedalangan Wayang Sasak.

Amaq merupakan salah satu penatah wayang di Lombok yang hingga saat ini masih bertahan membuat wayang. Wayang buatannya memiliki ciri khas tersendiri dengan warna-warni mencolok, halus, dan rapi.

Dia mengaku mulai mengenal wayang dari sang ayah yang dulu kondang sebagai dalang. Awalnya ia hanya melihat dan memperhatikan cara membuat wayang. Sampai pada akhirnya dia mencoba membuat wayang pertamanya sendiri.

"Pertama buat wayang tokoh lucon-lucon itu tempat kita belajar," kenang Amaq.

Baca juga: Nanang Hape Wayang Urban untuk Warga Perkotaan

Mulai beranjak remaja, Amaq pun mulai tekun menggeluti dunia menatah wayang. Untuk membuat satu tokoh wayang, dibutuhkan waktu 5-7 hari. Dimulai dari pemilihan kulit, menjemur, membuat sketsa, hingga menatah dan mewarnai wayang.

"Yang paling sulit wayang-wayang kiri sama wayang perempuan, paling lama kita buat," katanya.

Dia mengatakan, ada sekitar 150 tokoh pewayangan dalam wayang Sasak. Beberapa di antaranya Raja Kiusnendar, Munda Wuktur, Minalodra, Jenggi, Samasrawi, Raden Maktal, Selandir, Munigarim, Amir Hamzah, dan Umarmaya.

Namun meski sudah mahir membuat wayang, tidak setiap hari pesanan datang padanya. Jika sedang sepi order, Amaq biasanya akan kembali bertani untuk menyambung hidup. "Ndak tentu, kadang-kadang hanya pesan satu biji, dua biji," kata dia.

Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Amaq mulai gelisah. Sebab, hingga kini belum ada generasi muda yang akan meneruskan keahliannya sebagai penatah wayang. Termasuk kedua anaknya yang memilih menggeluti bidang lain.

Dia berharap, nantinya akan ada generasi penerus yang mau mengikuti jejaknya sebagai penatah wayang. Agar keberadaan wayang sasak tidak punah.

 Karnia Septia / Kompas.com