Perjuangan Melawan Post Partum Depression (2)

By Hasuna, Rabu, 27 Juli 2016 | 06:36 WIB
Perjuangan Seorang Ibu Melawan Post Partum Depression (Hasuna)

Sadar mengalami baby blues, Pungky mulai mencari tahu soal baby blues ke teman-temannya di Jakarta. Ia mulai merasa butuh bantuan orang lain untuk mengatasi kondisinya. Di sisi lain, sang suami masih belum mau mengerti keadaan Pungky. Sang suami akhirnya luluh setelah melihat Pungky menyayat tangannya dan membenturkan kepalanya sendiri ke tembok.

Memang sih, tidak setiap saat PPD-ku kambuh, tapi kalaupun sedang tidak kambuh, halusinasi membuatku berpikir yang tidak-tidak dan sering melamun. Akibatnya, aku sangat lelah fisik maupun mental. Di situlah Mas Topan melihat ada sesuatu yang tidak beres denganku. Namun, ia menganggapku lebay, belum bisa menerima keadaan bahwa aku sudah berumahtangga dan punya bayi.

Jadi, dia selalu menyuruhku untuk menerima keadaan bahwa aku sudah menjadi ibu. Dia belum tahu bahwa yang kualami adalah Post Partum Depression (PPD), sebuah kondisi di mana penderitanya mengalami depresi setelah melahirkan. Kondisi ini lebih parah daripada baby blues. Aku sendiri sama sekali tidak membaca atau mencari tahu tentang baby blues dan PPD sebelum melahirkan.

Jadi, aku benar-benar tidak siap ketika setelah melahirkan ternyata aku mengalami perubahan hormon yang cukup drastis. Celakanya, PPD berbahaya karena biasanya si ibu terserang ketika hanya tinggal berdua dengan bayinya. Mas Topan sendiri pernah beberapa kali menyaksikan ketika aku kambuh. Dia tahu ketika aku tinggal di kolong tempat tidur. Biasanya, aku masuk ke kolong ketika angin besar berhembus menjelang hujan.

Dalam pikiranku, malaikat maut datang. Selama 1-2 jam, aku ada di sana sambil menangis tak karuan. Bayiku mau menangis, pipis, pup, atau lainnya, kudiamkan saja. Kalau sekarang sih, aku bisa heran sendiri dengan perilakuku dulu itu... he he he. Mungkin karena merasa aku tak kunjung membaik, Mas Topan akhirnya bertanya pada temannya yang dokter. Menurut temannya, aku mengalami baby blues dan bisa sembuh dengan sendirinya.

Yakin Bisa Sembuh

Mendengar hal itu, aku lalu mencari tahu tentang baby blues ke teman-temanku di Jakarta yang jadi terapis sekaligus pelatih yoga. Aku mulai merasa butuh bantuan orang lain untuk mengatasi kondisiku. Sebelumnya, fokus pencarianku berbeda. Meski sering memegang ponsel, yang kucari di internet adalah gejala orang menjelang meninggal, gejala penyakit jiwa, dan lainnya. Sampai-sampai, aku sempat mengira aku mengidap bipolar, atau skizofrenia, atau lainnya.

Aku sampai hapal semua hal tentang kelainan jiwa itu, tapi herannya ciri-cirinya berbeda dari yang kualami. Aku jadi heran, kelainan jiwa yang mana yang kualami? Sampai akhirnya temanku yang terapis itu memberitahu bahwa aku mengalami PPD, berdasarkan pengalaman orang-orang yang pernah ia tangani. Mendengar hal itu, perasaanku sangat plong dan aku tahu aku akan sembuh.

Sebelumnya, kukira aku akan seterusnya berada pada kondisi itu, dan memikirkan hal ini membuatku makin stres karena sebentar lagi anakku akan punya ibu gila, aku akan dibawa ke rumah sakit jiwa, dan suamiku akan menikah lagi dengan perempuan yang waras. Namun, setelah tahu bahwa yang kualami hanyalah perubahan hormon, PPD, dan bisa disembuhkan, perasaanku langsung sangat tenang.

Apalagi, setelah itu aku bertanya di akun Twitter sebuah komunitas parenting tentang PPD dan salah satu anggotanya menjawab bahwa dia pernah mengalami hal itu. Aku langsung menghubunginya lewat email untuk curhat. Aku senang ternyata aku tidak sendirian karena ternyata banyak yang mengalaminya. Namun, Mas Topan yang tidak pernah mendengar tentang PPD masih menganggapku aku mengalami baby blues, jadi ia memintaku untuk tidak lebay.

Aku sempat kesal karena dia hanya marah-marah melulu, menyuruhku mandi karena tubuhku bau, makan, dan keramas. Aku lalu mengumpulkan banyak artikel dari berbagai forum dan lainnya di internet, lalu kuberikan pada Mas Topan agar dia mau membaca. Aku ingin dia sadar bahwa aku bukanlah lebay, melainkan tengah menghadapi masalah yang benar-benar serius. Namun, dia seperti tak peduli.