Cerita Ibunda Bocah Obesitas Dari Karawang

By Edwin, Kamis, 4 Agustus 2016 | 03:01 WIB
Arya Permana (Edwin)

Beberapa bulan belakangan, bocah berusia 10 tahun ini menjadi obyek pemberitaan dimana-mana. Tubuhnya yang berbobot lebih dari 100Kg menjadi sorotan. Sebuah tim dokter yang dibentuk RS Hasan sadikin Bandung dibetuk untuk menurunkan berat badan bocah ini. Berikut kisah sang ibu kepada NOVA.

Usai tampil di sebuah program berita di televisi, kepada Rokayah (35), sang Bunda, Arya Permana meminta tablet kesayangannya. Tanpa basa-basi, Arya lantas duduk di sofa dan fokus memainkan sebuah permainan daring. Jarinya menari di atas layar sentuh, sesekali bibirnya tersenyum.

Tak lama, Arya menyimpan tabletnya lalu memutar badannya ke kiri. Kakinya ditekuk. Dengan topangan kedua tangannya, tubuhnya melorot ke lantai. Di balik tubuhnya yang besar, kelakuan bungsu dua bersaudara ini memang masih terlihat seperti anak kecil sebayanya. Di ruang tunggu sebuah stasiun televisi itu, tanpa memedulikan orang lain di sekelilingnya, Arya terus sibuk dengan permainannya.

Arya terlihat cukup percaya diri meski jarang bersuara. Ia tak canggung bergaya ketika ada tamu atau karyawan yang meminta swafoto atau memotret dirinya. Bahkan, beberapa kali ia menggunakan tabletnya untuk melakukan swafoto bersama seorang sepupu perempuannya.

Sambil menunggu mobil dari sebuah stasiun televisi lain yang akan datang menjemput, Rokayah memulai ceritanya. “Hari ini kami diundang beberapa stasiun televisi di Jakarta. Ya, beginilah kelakuannya sehari-hari. Dibanding di sofa, dia memang lebih suka duduk di lantai. Tidur pun lebih suka di lantai, suka tengkurap kalau tidur. Makanya, jidatnya menghitam,” ungkapnya.

Menurut Rokayah, berat badan Arya mulai naik secara drastis saat mencapai usia 7 tahun. “Sampai saat duduk di kelas 2, semester 2, Arya sudah enggak mau sekolah. Kalau ke sekolah kan, harus berjalan kaki yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Ia merasa sesak kalau jalan terlalu jauh. Jadi, supaya enggak ketinggalan pelajaran, gurunya yang datang ke rumah.”

Saat duduk di kelas 1 hingga kelas 2 Sekolah Dasar (SD) Cipurwasari 2, Arya dikenang Rokayah sebagai anak yang pintar dan rajin belajar. “Dia sempat jadi juara kelas saat kelas 1 dan 2,” imbuhnya. Nilai-nilai Arya selalu bagus, terutama untuk mata pelajaran IPA dan IPS.

Namun, semuanya berubah setelah anak kesayangannya ini memiliki minat yang lebih terhadap makanan dan minuman manis. Walau dilarang, kebiasaan itu tidak dapat dicegah. “Kalau enggak dikasih, dia pasti ngamuk. Saya enggak tega lihatnya,” akunya.

Selain nasi dan lauk pauk racikan tangan Rokayah, mie instan dan aneka minuman manis dalam kemasan menjadi santapan Arya sehari-hari. “Sekali makan mie instan harus dua bungkus, dalam sehari dua kali makan mie instan. Belum aneka merk minuman manis dalam kemasan, entah bisa berapa kali dalam sehari.”