Ahli digital forensik Polri, AKBP Muhammad Nuh memastikan bahwa rekaman dalam closed circuit television (CCTV) Kafe Olivier, Grand Indonesia, yang menjadi salah satu barang bukti dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin tak mengalami proses penyuntingan atau editing. Kepastian ini didapat setelah Nuh melakukan empat metodologi.
"Jadi dalam pembahasan kami, kami harus pastikan terlebih dahulu apakah file ada editing atau tidak. Terhadap file ada dilakukan empat metodologi," kata Nuh, saat bersaksi dalam sidang kasus kematian Mirna dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso, di PN Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Nuh menjelaskan, langkah pertama yang dilakukan adalah mengunci integrity data rekaman CCTV. Bila ada perubahan, menurut Nuh, maka akan jelas terlihat.
Kedua, ahli akan melakukan analisa metadata. Dalam analisa itu juga akan terlihat bila ada perubahan pada rekaman CCTV. Ahli juga menganlisa frame rekaman. Dalam rekaman biasanya terdapat 15 frame per detik atau 30 frame per detik.
"Jikalau ada frame yang dihilangkan dan sisipkan kami bisa tahu," ujar Nuh.
Baca juga: Dianggap Cukup, Jaksa Pastikan Mirna Tak Akan Diotopsi
Lalu keempat, lanjut Nuh, dilakukan analisa bit rate terhadap rekaman CCTV. Kalau ada penyisipan frame atau editing maka akan terlihat karena bit rate tidak seragam.
"Untuk kasus ini, seluruh file tidak ditemukan editing, penyisipan di sana," ungkap Nuh.
Wayan Mirna Salihin meninggal setelah meminum kopi vietnam yang dipesan oleh Jessica Kumala Wongso di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016). Jessica menjadi terdakwa dalam kasus tersebut dan jaksa penuntut umum memberikan dakwaan tunggal Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Kahfi Dirga Cahya / Kompas.com