Cita-cita anak ketiga dari enam bersaudara ini untuk menjadi anggota polwan akhirnya kandas. Kaki kirinya harus diamputasi lantaran terlindas truk yang nyelonong menabrak barisan Paskibraka SMP Negeri I Mojowarno, Jombang (Jatim) yang sedang berlatih di lapangan kecamatan.
Dengan mengapit dua kruk di kiri dan kanan lengannya, Silvi Olivia (14) berjalan pelahan di antara taman sekolah. Siswa kelas 3 SMP Negeri 1 Mojowarno, Jombang (Jatim) ini tampak berhati-hati menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak terjatuh. Kaki kirinya baru saja diamputasi.
“Ini semua musibah, mau diapakan lagi,” kata Silvi kepada NOVA, Rabu (7/9) di SMPN I Mojowarno, Jombang (Jatim). Toh, meski baru saja mengalami musibah yang membuat dirinya cacat fisik permanen, sama sekali tak tampak guratan kesedihan di wajah gadis berkulit hitam manis itu. Justru senyum dan ucapan penuh semangat yang terus terlontar dari bibir mungilnya.
“Mau apalagi kalau memang takdir Allah memutuskan demikian. Yang penting sekarang bagaimana dengan kondisi seperti ini saya tetap bisa melakukan sesuatu sebaik mungkin,” kata Silvi dengan suara mantap.
Diseruduk Truk Nyelonong
Tak pernah terbersit sama sekali di benak putri ketiga dari enam bersaudara pasangan Chairul Alam (53) dan Luluk Muizah (41) ini dirinya bakal tertimpa musibah yang membuat dirinya cacat. Pagi, 4 Agustus 2016, merupakan hari tak terlupakan bagi Silvi. Pagi itu, bersama puluhan teman sekolah, Silvi tengah berlatih sebagai pasukan pengibar bendera pusaka (Paskribraka) untuk persiapan upacara 17 Agustus di lapangan kecamatan Mojowarno, Jombang (Jatim).
Dengan langkah tegap, Silvi yang tergabung dalam pasukan 17 berjalan keluar lapangan Mojowarno sebagai persiapan latihan dimulai. Tak disangka, saat berbaris dengan formasi rancak tiba-tiba dia mendengar teriakan teman-temannya di dalam lapangan. Belum sempat dia menengok, tiba-tiba sebuah truk bermuatan besi batangan menyeruduk ke arahnya.
“Kejadiannya begitu cepat, saya tidak terasa apa-apa. Tiba-tiba saya terjengkang dan saya melihat kaki kiri saya sudah tidak beraturan karena terlindas ban truk. Teman saya yang lain juga jadi korban,” kata Silvi mengenang tragedi memilukan tersebut.
Baca juga: Dipastikan Ikut Paskibraka, Gloria Jadi Penjaga Gordon Dalam Upacara Penurunan Bendera
Dalam suasana kacau, dia bersama sebelas temannya dibawa ke RS Mojowarno. Dan beberapa saat kemudian kedua orangtuannya datang menjenguk. “Bapak dan ibu begitu sedih melihat kondisi saya,” kata Silvi.
Dari percakapan ibunya dengan dokter, Silvi mengetahui kaki kirinya tidak bisa dipertahankan dan harus diamputasi. Baik saraf maupun pembuluh darahnya sudah rusak total. Ibunya semula bersikukuh apapun caranya kakinya harus tetap dipertahankan, tidak boleh amputasi. “Karena mereka berdebat tak jauh dari ranjang tidur saya, jadi saya tahu persis,” cerita Silvi dengan wajah datar.
Meski mengetahui bahwa amputasi adalah satu-satunya cara namun keesokan harinya Silvi tetap saja meminta kepastian kepada ibu, kakinya masih utuh atau tidak, mengingat dirinya tak bisa melihat bagian kakinya karena ditutupi selimut.
“Setelah keluar dari ruang operasi, keesokan harinya saya nanya langsung ke mama, bagaimana kondisi kaki saya mengingat tangan saya kan tidak bisa memegang kaki kiri saya. Ibu sempat berbelit-belit, mungkin karena tidak tega, tetapi akhirnya dengan berat hati, sambil menangis mama jelaskan kalau kaki saya sudah diamputasi,” imbuh Silvi yang menjadi ketua OSIS di sekolahnya tersebut.
Meski mendapat kabar mengejutkan, Silvi tetap berusaha tegar dan tidak menangis. “Mau apalagi memang sudah terjadi seperti ini,” cerita Silvi yang sempat mendapat amputasi dua kali mengingat pemotongan pertama di bawah lutut belum sempurna. Operasi kedua dilakukan di atas lutut.
Ketangguhan mental dara berkulit hitam manis tersebut memang di atas rata-rata anak pada umumnya. Bagaimana tidak, dia mengaku sejak kejadian hingga saat ini tidak pernah menangis meratapi musibah yang dia alami. Bahkan, ketika ayah ibunya menangis di depannya ketika pertama kali melihat, dia sempat protes dan “mengusir.” “Abah (panggilan Silvi pada sang ayah-Red.) sama Mama jangan menangis di depan saya. Kalau mau nangis silahkan tetapi jangan di depan saya,” kata Silvi saat itu.
Silvi baru menangis ketika akan disuntik dokter. “Saya sejak kecil memang tidak suka disuntik, tapI waktu itu saya harus disuntik. Jadi, itulah kali pertama saya menangis,” kata Silvi yang menceritakan pengalamannya dengan mimik ceria dan selalu senyum.