Negara-negara Kepulauan Pasifik mengkritik catatan HAM Indonesia di Papua dan Papua Barat.
Mereka mengungkapkan hal tersebut saat mendapat kesempatan berpidato di Sidang Umum PBB dan mendesak digelarnya penentuan nasib sendiri di wilayah tersebut.
Komentar ini mendapatkan respons kuat dari delegasi Indonesia, yang mengatakan kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah di negara mereka sendiri.
Delegasi dari Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Tonga, semuanya menyatakan keprihatinan atas kondisi di Papua itu.
Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare, mengatakan, dugaan pelanggaran HAM di Provinsi Papua Barat terkait dengan keinginan daerah itu untuk merdeka.
"Pelanggaran HAM di Papua Barat dan upaya untuk menentukan diri sendiri di Papua Barat adalah dua sisi dari koin," katanya.
"Banyak laporan pelanggaran HAM di Papua Barat menunjukkan hubungan erat antara hak untuk menentukan nasib sendiri dengan terjadinya pelanggaran langsung terhadap hak asasi manusia oleh Indonesia dan upaya untuk meredakan segala bentuk oposisi," kata dia.
Namun, argumen dari negara-negara kepulauan di Samudra Pasifik itu dibantah diplomat muda Indonesia di PBB, Nara Masista Rakhmatia.
Saat mendapat giliran berbicara, Rakhmatia menyebut negara-negara kepulauan di Pasifik itu telah mengganggu kedaulatan nasional Indonesia.
"Laporan bermotif politik mereka dirancang untuk mendukung kelompok-kelompok separatis di Provinsi Papua Barat, yang telah secara konsisten terlibat menghasut kekacauan publik dan dalam melakukan serangan teroris bersenjata," katanya.
"Ini adalah bentuk pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah negara kami. Hal ini sangat disesalkan dan berbahaya bagi negara-negara ini untuk menyalahgunakan forum PBB, termasuk sidang pada Agustus ini," kata Rakhmatia.
"Negara-negara ini menggunakan Majelis Umum PBB untuk memajukan agenda domestik mereka dan bagi beberapa negara menggunakan forum ini untuk mengalihkan perhatian dari masalah politik dan sosial di dalam negeri mereka sendiri," katanya.
Wilayah bekas koloni Belanda, Papua Barat, telah menjadi bagian dari Indonesia sejak 1969 melalui sebuah referendum kontroversial yang diawasi PBB.
Pendukung kemerdekaan mengatakan, pemungutan suara itu, yang juga dikenal sebagai Pepera, tidak sah sehingga referendum kedua terkait status wilayah itu harus digelar.
Upaya untuk melepaskan diri dari Indonesia telah memicu konflik panjang di wilayah yang kaya sumber daya alam tersebut.
Ervan Hardoko / Kompas.com