Ibu tiga anak ini bukan dokter gigi biasa. Mendapat penghargaan sebagai salah satu Perempuan Inspiratif (PIN) Nova 2014 lalu, Zahrotur Riyad memiliki kepedulian yang sangat besar pada remaja di tempat tugasnya di Batam.
Sebagai dokter gigi di daerah terpencil, ia harus berkeliling ke berbagai kepulauan kecil. Toh, ia masih menyempatkan diri memberi edukasi kesehatan dan motivasi kepada para remaja di berbagai sekolah.
Setelah terpilih sebagai salah satu pemenang PIN 2014, “Yang pertama, begitu menang PIN 2014, banyak sekali yang minta wawancara, termasuk di teve dan dibuatkan film tahun 2015 lalu,” ujarnya.
Tak Cuma permintaan wawancara dan syuting, berbagai penghargaan pun diterima perempuan kelahiran Lumajang, Jawa Timur ini, antara lain Dokter Gigi Teladan Tingkat Nasional Tahun 2016 dari Kementerian Kesehatan, serta ikut terlibat dalam Gerakan Revolusi Mental oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK),
Yang utama, lanjut Zahro, PIN 2014 semakin memuluskan jalannya untuk menangani proyek kesehatan reproduksi remaja karena seks bebas dan pernikahan usia remaja yang menyebabkan kehamilan dan kehamilan usia remaja yang sangat tinggi.
Selain itu, dengan PIN 2014, ia juga bisa berkolaborasi dengan banyak pihak serta mendapatkan banyak sponsor. “Banyak jalan yang terbuka setelah PIN 2014,” kata istri dari Achmad Khalis Tontowi ini. “Program saya juga dilirik oleh pemerintah. Dan sekarang ini yang saya lakukan adalah meneruskan proyek dan mengembangkan inovasi. Salah satunya bergerilya mencari beasiswa untuk anak-anak pulau,” katanya.
Zahro merasa bahwa satu-satunya jalan untuk memutus lingkaran setan kemiskinan, seks bebas, dan pernikahan usia remaja tadi adalah dengan sekolah. “Dan saya harus menjadi salah satu pemberi solusi, bukan hanya melihat lantas diam saja.”
Menurut Zahro, beasiswa memang sangat banyak, tapi kebanyakan umum dan bersifat kompetitif, sementara anak-anak pulau itu tidak siap untuk berkompetisi atau menjadi menjadi kompetitior karena berbagai faktor, seperti sarana pendidikan atau sistem kurikulum sekolah.
“Jadinya, anak-anak pulau ini akan mudah tersingkir. Ketika harus berkompetisi untuk mendapatkan beasiswa, mereka akan kalah bahkan sebelum bertanding.”
Akhirnya, Zahro memutuskan mencari beasiswa dari pihak swasta yang tidak menuntut anak-anak penerimanya untuk kompetitif, melainkan bisa menghargai bahwa anak itu sebetulnya tidak bodoh dan punya kemauan untuk melanjutkan kuliah. Sekarang, berkat kerja kerasnya, ada 2 beasiswa S1 di Bandung bagi anak-anak pulau. Semua keperluan mereka ditanggung.
“Nah, beasiswa semacam inilah yang sekarang sedang saya cari. Saya pikir kalau setiap pulau punya 3 anak yang kuliah dan bisa jadi role model, maka mind set orang-orang pulau itu akan bisa berubah. Mereka inilah yang akan menjadi agen perubahann. Itu keinginan saya ke depan.”
Selain itu, Zahro juga tengah menumbuhkan minat baca dengan mendirikan rumah baca. Ia pernah menjalin kerja sama dengan Universitas Nan Yang, Singapura, salah satunya mereka melakukan bakti sosial dengan mendirikan rumah baca.
Zahro juga berharap, program-program yang ia jalankan bisa diadopsi oleh banyak pihak. Salah satu institusi pendidikan yang sudah mengadopsi programnya adalah Universitas Muhammadiyah Riau.
Mereka mengadopsi sistem konselor sebaya dan masuk sebagai kurikulum kuliah wajib. Universitas Muhammadiyah Riau juga membina siswa-siswi SMA-SMA di Pakanbaru untuk menjadi konselor sebaya.
“Dan itu bagus sekali. Jadi, ini bukan hanya tugas para petugas medis. Mahasiswa bisa juga menjadi konselor dan meminta orang-orang seperti saya untuk melatih. Kalau kasusnya berat, baru datang ke kita,” kata Zahro.
Yang masih menjadi kendala dan tantangan, menurut Zahro, adalah persoalan dana, selain juga masalah sumber daya manusia. “Salah satu faktornya adalah karena letak geografis pulau-pulau tersebut,” lanjut Zahro yang melihat perhelatan PIN bukan sebagai event basa-basi, bukan layaknya event pemilihan kecantikan yang sebetulnya tidak begitu memberi arti banyak bagi masyarakat.
“PIN adalah langkah pertama dari para perempuan untuk melakukan hal-hal besar yang lain, terutama berkolaborasi dengan yang lain. Saya berharap semua angkatan PIN bisa bergabung dalam sebuah grup, bisa lelang program misalnya. Dan itu pasti akan menghasilkan hal-hal yang lebih besar lagi,” ujarnya menutup obrolan.
Hasto Prianggoro
Foto: Romy Palar/NOVA