Melongok Kampung Asli di Semarang yang Terancam Hilang

By nova.id, Selasa, 8 November 2016 | 08:31 WIB
Kawasan Kota Lama masih meninggalkan jejak keindahan bangunan masa lalu di Kota Semarang (nova.id)

Kampung asli di Kota Semarang, Jawa Tengah, secara bertahap terancam hilang akibat tergerus ekspansi pembangunan mal dan hotel. Bahkan, Kampung Sekayu, Kampung Jayengan, juga Kampung Basahan di pusat kota sebagian hilang. Hal ini merisaukan anak muda.

"Seiring pesatnya pembangunan pusat bisnis, terutama di kawasan segitiga emas Semarang yang menggusur kampung asli, tentu saja sangat merisaukan warga yang tinggal di kampung. Mereka perlu jaringan kerja sama agar kampung-kampung asli bisa terselamatkan," tutur Maulana (25), warga Kampung Bustaman, Semarang, Sabtu (5/11), saat hadir dalam Rembuk Mitra Pekakota di Balai Pertemuan Kampung Malang, Purwodinatan, kawasan Johar, Semarang.

Rembuk Mitra Pekakota diprakarsai lembaga swadaya masyarakat Hysteria Semarang, diikuti perwakilan dari tujuh kampung asli Kota Semarang. Acara berlangsung Jumat-Sabtu. Menurut Direktur Hysteria Semarang Ahmad Khairudin, warga dari kampung asli ini berkumpul dan menceritakan problem kampung masing-masing.

Dalam rembuk itu muncul kegelisahan anak-anak muda dan aktivis kampung asli atas mulai hilangnya sebagian wilayahnya. Perubahan itu karena ekspansi investor yang intensif mengembangkan bisnis di segitiga emas, meliputi Jalan Gajahmada, Jalan Pemuda, dan Jalan Pandanaran.

Baca juga: Berkah saat Musibah di Kampung Deret Tanah Tinggi

Mulyono (49), warga Kampung Malang, Purwodinatan, mengemukakan, pihaknya bersama anak-anak muda berusaha menggerakkan warga agar lebih peduli pada lingkungannya. Ia berharap warga tidak mudah tergoda pada tawaran pemilik modal yang hendak berinvestasi sehingga menelan wilayah kampung.

Ciri kampung asli Kota Semarang, selain kekhasan atas bentuk rumah, juga kondisi lingkungan sangat padat. Kampung Mijen, misalnya, sentra pembuatan anyaman. Namun, pada 1984, ketika ada swalayan besar berdiri, sebagian kampung itu hilang.

Kampung Sekayu memiliki kekhasan rumah limasan berbahan kayu jati. Di kampung ini ada Masjid Sekayu yang dibangun tahun 1666, yang hingga kini masih berdiri. Namun, dalam dua tahun terakhir, sebagian kampung ini hilang untuk perluasan tempat parkir mal besar di tepi Jalan Pemuda. Di kampung ini lahir novelis NH Dini.

Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Bappeda Kota Semarang M Farchan mengakui adanya upaya penggusuran kampung asli. Namun, pelepasan aset balai kelurahan, juga keberadaan kampung asli di Sekayu, tak mudah. "Saya selaku pejabat di Bappeda juga tidak setuju jika Kampung Sekayu terdesak oleh perluasan pusat bisnis," tegas Farchan.

DIT/WHO, Kompas