Kuasa hukum Gatot Brajamusti, Achmad Rifai, membeberkan penyebab pihaknya sampai menduga ada unsur permufakatan jahat atau persekongkolan di balik kasus-kasus yang menjerat kliennya.
Bukti tersebut berupa sebuah rekaman yang menurut dia, berisi percakapan beberapa orang yang merundingkan skenario melaporkan Gatot ke polisi. Rekaman itulah yang siang tadi diberikan Rifai kepada polisi saat kliennya menjalani pemeriksaan sebagai pelapor.
"Jadi bukti rekaman itu bukan percakapan antara Gatot dan CT ya, tapi antara CT dan beberapa orang yang membuat skenario untuk melaporkan Gatot," ucap Rifai di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2016).
"Kejadiannya (pembicaraan) di sebuah apartemen. Ada plan A, plan B. Salah satu skenarionya, 'kalau misalnya Gatot cuma direhab, kita harus melakukan langkah ini nih'," tambahnya.
Rifai menyebut rekaman tersebut bisa menjadi kunci untuk membuktikan kecurigaan pihaknya akan adanya persekongkolan untuk menjatuhkan Gatot.
"Makanya itu kami duga ada permufakatan jahat, dari rekaman itu. (Tujuannya?) Untuk menjatuhkan Aa Gatot. Akan kami ungkap semua," katanya.
Namun, Rifai menolak memberitahu dari mana ia memperoleh rekaman tersebut. Satu yang pasti, pembicaraan itu terjadi sebelum CT melaporkan Gatot ke polisi atas tuduhan dugaan pemerkosaan.
"Enggak tahu orang deket (Gatot) apa enggaknya. Tapi yang pasti mereka yang di situ (terlibat pembicaraan dalam rekaman) saling kenal," ucapnya.
Awalnya CT melaporkan Gatot pada September 2016 atas dugaan pemerkosaan dan pelecehan seksual. Kemudian, pada 22 Oktober 2016, Gatot melaporkan balik CT atas tuduhan pencemaran nama baik dan keterangan palsu.
Laporan tersebut sesuai Pasal 310, 311 KUHP, 317 dan 318 KUHP, serta Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Definisi permufakatan jahat atau samenspaning sendiri tercantum dalam Pasal 88 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal itu berbunyi, "Dikatakan ada permufakatan jahat apabila ada dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan".