Andris Wijaya dikenal sebagai wirausaha muda asal Garut yang sukses di bisnis beras curah. Usaha yang dikelola Andris sebenarnya merupakan turunan dari ayahnya yang dirintis sejak tahun 1975. Meninggalnya sang ayah pada tahun 1990 berdampak kepada usaha beras curah yang mengalami kemunduran dan sempat mati suri. Tahun 2003, Andris sebagai anak lelaki satu-satunya dalam keluarga diminta untuk melanjutkan usaha ayahnya. Merasa terpanggil, pria kelahiran Garut 6 Juli 1979 ini pun tertantang. Awalnya tak mudah lantaran Andris yang seorang sarjana teknik mesin harus bergelut di bidang agrobisnis. Jatuh bangun dilalui untuk membangkitkan kembali usaha ini. Andris bahkan sempat putus asa, akan tetapi dorongan dan support dari sang ibu yang terus memberi semangat membuatnya kuat bertahan.
Upaya yang dilakukan saat itu adalah menjual beras asli Garut yang menurutnya memiliki kualitas sangat baik daripada beras lainnya ke Jakarta. Sayangnya, upaya ini berjalan kurang lancar. Apalagi nama Garut sendiri tidak diketahui orang banyak. Dari sanalah Andris memiliki ide kreatif, yaitu membuat nasi liwet instan dengan kemasan yang sangat baik sehingga bisa memunculkan ketertarikan orang untuk mengetahui kualitas beras yang berasal dari Garut. Andris punya keyakinan, ketika beras Garut banyak dikenal masyarakat dengan kualitasnya, secara otomatis akan memunculkan daya beli yang tinggi dengan permintaan sangat besar. Cara ini akan menuntut para petani untuk menghasilkan beras yang sangat baik sehingga bisa membuat harga beras Garut tetap stabil jika dibanding dengan beras-beras yang lain. Akhirnya Andris memutuskan untuk melakukan kegiatan dari hulu ke hilir. Andris mulai belajar secara otodidak bagaimana caranya menghasilkan padi yang baik. Ia lalu mengajarkan kepada para petani cara menanam padi yang baik, mulai pembibitan, perawatan, dan sampai cara memanen agar kualitasnya tetap terjaga. Andris pun memberikan pinjaman modal kepada para kelompok tani. Hasil panen para petani ditampung dan dibeli Andris dengan harga Rp 4500 kg (gabah). Padahal sebelumnya harga tidak pernah menentu karena kualitas dan daya beli masyarakat yang kurang,
Berbekal ilmu sebagai lulusan teknik mesin, Andris kemudian memodifikasi mesin penggilingan beras menjadi satu mesin yang bisa berfungsi, tidak hanya menggiling namun juga mencuci beras sekaligus. Alhasil, jadilah produk olahan beras menjadi nasi dalam bentuk makanan instan. Produk pertamanya adalah Nasi Liwet Instan yang berhasil mendapatkan respon positif dari para konsumen, terutama di Garut dan Bandung. Kini bertambah lagi produk Nasi Uduk Instan dengan tiga warna, Ungu (ubi ungu), Kuning (kunyit), dan Merah (angkak). Meski instan, Andris tidak menggunakan bahan pengawet sama sekali. Dia menyiasatinya pada proses pengolahan dan pengemasan sehingga membuat produknya ini bisa awet hingga 1 tahun.
Saat ini produknya sudah bisa ditemukan di Alfamidi, Tiptop, dan Carrefour dan daerah lain seperti Cirebon, Surabaya, sepanjang Pulau Jawa, serta wilayah Kalimantan. Bahkan, sejumlah pesanan sudah datang dari Amerika dan Dubai.
Pada tahun 2011 Andris mengeluarkan 3 varian rasa untuk nasi liwet instannya. Ada rasa jambal, jengkol, dan pete. Saat awal pemasaran, produknya tidak langsung mendapatkan respon positif. Ditawarkan dari toko ke toko, ia kerap mendapat penolakan dengan berbagai alasan. Akhirnya Andris mencoba menggratiskan produknya terlebih dahulu untuk testimoni kepada toko-toko tersebut. Satu pintu tertutup, dia mencoba pintu-pintu lainnya tanpa putus asa.
Andris sampai membawa-bawa rice cooker ke berbagai lokasi seperti tempat fitness karena dia memang suka fitness. Tujuannya supaya orang penasaran dengan bau wangi khas yang dikeluarkan oleh nasi liwet tersebut. Dari sana mulailah ada pemesanan. Ia juga menawarkan produk bikinannya ke kantor-kantor pemerintahan setempat dan Bank tempatnya menabung.
Produksi awal hanya menghasilkan 50 pax perhari, namun seiring meningkatnya permintaan, saat ini bisa memproduksi 2000 pax perhari. Harga per satu pax adalah Rp 23,400, artinya omset yang dihasilkan sekitar 40 juta perhari dan rata-rata 1 Miliar perbulan.
Dampak yang bisa dirasakan oleh para petani Garut saat ini adalah harga beras dari Garut bisa lebih stabil, Untuk pemasaran, Andris menggunakan sistem reseller dan juga distributor. Hingga kini sudah ada 6 daerah reseller dan distributor yang tersebar di Pulau Jawa. Respon yang muncul dari para konsumen cukup baik, Hal ini ditandai dengan jumlah penjualan yang telah dicapai. Awalnya Andris hanya dibantu oleh 3 orang, kini ia telah berhasil menyedot sebanyak 100 tenaga kerja. Setiap tenaga kerja mendapat gaji 1,1 s/d 4 juta per orang. Ia juga berhasil membina sekitar 250 orang petani.
Saat ini Andris sedang menciptakan nasi seduh layaknya pop mie. Lewat produk yang akan launching awal tahun 2017 ini, dia meyakini bisa membawa beras Garut ke pasar yang lebih luas lagi, Andris ingin Indonesia kembali menjadi negara dengan predikat swasembada pangan yang dapat mengekspor beras ke luar negeri.
Berkat keberhasilannya, Andris terpilih sebagai nominasi penerima penghargaan peraih Danamon Social EntrepreneurAward. Ini adalah penghargaan yang dipersembahkan bagi individu-individu biasa, namun menghasilkan usaha yang luar biasa dan berkesinambungan untuk memberdayakan hidup dirinya maupun lingkungannya melalui solusi kewirausahaan.
Danamon memberikan penghargaan bagi individu yang menginspirasi dan memiliki visi yang sejalan dengan perusahaan, yaitu, “Peduli dan membantu jutaan orang untuk mencapai kesejahteraan.” Kriteria yang ditetapkan untuk penerima penghargaan ini adalah peserta berusia 21 – 35 tahun dengan bisnis yang sudah berjalan minimal 1 tahun.
Tahun 2016 ini merupakan penyelenggaraan DSEA yang ke sepuluh sejak pertamakali diperkenalkan pada tahun 2006. Danamon Social Entrepreneur Award mencari individu yang telah menunjukkan kontribusi mengagumkan kepada masyarakat dengan cara memberdayakan mayarakat sekitarnya sehingga meningkatkan taraf hidup dirinya sendiri dan lingkungannya