Sunat merupakan tindakan bedah yang tertua dan paling sering dilakukan di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia. Tindakan medis ini dilakukan bukan sekadar memenuhi kewajiban untuk satu golongan saja, melainkan karena direkomendasikan oleh sejumlah pakar untuk kesehatan alat kelamin pria yakni penis.
(Baca; Begini Cara Mengasuh Anak Pemalu Agar Tidak Minder dalam Pergaulan)
Sebab dari sisi kesehatan sunat diketahui mampu menurunkan risiko penularan penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS dan juga risiko akan fimosis, parafimosis, infeksi lauran kemih berulang pada anak, balanitis, postitis, chordee, epispadia dan hipospadia.
(Baca:6 Cara Ampuh untuk Membesarkan Anak Agar Pintar)
Maka, untuk menjaga kebersihan dan kesehatan alat kelaminnya setiap pria diwajibkan melakukan sunat. Lebih lanjut, manfaat sunat untuk beragam usia ini dijelaskan oleh dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS.
(Baca: Ini Ciri-ciri si Kecil Tidak Bahagia yang Harus Kita Sadari)
Ia menerangkan sunat dari segi medis untuk anak-anak lebih mudah dilakukan, karena kulup masih tergolong elastis, jadi memudahkan dokter saat melakukan tindakan. Berbeda dengan sunat dewasa yang memiliki kesulitan lebih tinggi, dalam proses penyembuhannya pun juga tergantung faktor usia.
(Baca; Yang Harus Diperhatikan Sebelum Memberi Gadget pada si Kecil)
"Sunat dewasa dan anak-anak sunatnya berbeda. Kalau dewasa ada ereksi, sedangkan anak-anak tidak ada, walau sekalinya ada ereksi tapi tidak keras. Dari persiapan pun relatif sama, kalau dewasa tidak perlu cek kesehatan kecuali ada penyakit diabetes atau pernah kena hepatitis atau HIV itu ada persiapan khusus dari tim medis," ungkap dr. Mahdian dalam acara Rumah Sunatan di kawasan Tebet Jakarta Selatan.
(Baca: Parafimosis, Penjelasan Klinis dari Fenomena "Anak Disunat Jin")
Ia pun menyarankan bila melakukan tindakan sunat lebih baik saat masih bayi tepatnya pada usia 6 bulan, bukan ketika SD atau SMP.
"Kalau pendapat saya usia bayi 6 bulan baiknya sudah disunat," jelasnya. Berikut ini 3 alasan yang ia jelaskan mengapa bayi usia 6 bulan sebaiknya sudah harus disunat?
1. Fimosis terjadi pada 40 persen bayi baru lahir
Fimosis merupakan keadaan dimana didapatkan adanya penyempitan dari ujung kulit depan penis atau juga bisa karena akibat peradangan lubang pada kulit penis. Pada anak laki-laki fimosis dapat menyebabkan infeksi. "Karena ada 40 persen anak yang berisiko infeksi, jadi kenapa tidak langsung disunat."
Alasannya, di usia 0 sampai 6 bulan, proses penyembuhan akan sangat cepat sembuh. Karena pertumbuhan sel yang begitu cepat bertumbuh akan membuat penyembuhan luka menjadi mudah membaik pada saat bayi.
(Baca: Ternyata, Pria yang Disunat Lebih Minim Risiko Terkena HIV/AIDS!)
2. Dampak traumatik
Faktor traumatik juga menjadi salah satu alasannya. Karena pada usia bayi 6 bulan ia tidak mengalami apa-apa dibandingkan dengan anak yang disunat saat SD. Tanpa disadari kalau disunat menderita akan berdampak traumatik.
Berbeda dengan kalau si kecil merasa bahagia saat disunat itu tidak akan menimbulkan trauma, sedangkan pada bayi tidak terjadi trauma psikis.
(Baca: Bedanya Bercinta dengan Pria yang Disunat dan Tidak Disunat)
3. Bayi belum bisa tengkurap
Dan alasan terakhir pada bayi usia 6 bulan adalah bayi usia tersebut belum bisa tengkurap. Sehingga ia tidak akan merasakan adanya gesekan-gesekan, yang membuat luka dan berdarah.
(Baca: Mikropenis, Kelainan Penis pada Anak Akibat Kondisi Kandungan)
"Bayi 6 bulan resiko secara teknis ada ya, itu semua dari dokternya. Biasanya takut nggak bisa sunat bayi, karena masih terlalu kecil. Sehingga itu problem dari segi teknis. Bayi 6 bulan juga kondisi kulitnya aman dan lebih cepat sembuh, karena kulitnya tipis jadi mudah juga sunatnya," jelas dr. Mahdian.
(Baca: Ini Akibatnya Kalau Suka Memarahi Anak)
Yuni Arta Sinambela/Tabloid NOVA